"Chika dimanaa sih..." gumamku sambil mencari-cari di setiap sudut rumah-rumahan kecil ini.
Rumah-rumahan kecil buatan Kakakku ini, adalah tempat bermainku. Lokasinya memang agak jauh dari rumahku. Kakak membangun rumah-rumahan ini karena di kebun milik nenek masih sangat kosong dan lapang. Jadi di buatlah rumah-rumahan ini. Terbuat dari kayu , tidak terlalu besar memang. Tapi disinilah tempatku bermain. Didalamnya terdapat televisi kecil, radio, kulkas kecil , meja dan kursi. Aku tidak takut barang-barangku ini diambil orang, karena disini aman sekali. Hanya terdapat hewan-hewan kecil, seperti kucing dan kelinci. Di kebun nenek ditanami banyak tumbuhan obat dan sayur mayur. Aku paling suka berteduh di bawah pohon mangga yang amat rindang.
Oh iya sampai lupa, kenalkan namaku Nadia Khusnul Khotimah . Aku biasa dipanggil Nadia. Umurku masih 15 tahun, sekarang aku duduk di bangku SMA kelas 1. Aku anak terakhir dari 3 bersaudara. Aku anak perempuan satu-satunya. Aku mempunyai sifat yang berbeda dari anak-anak remaja biasanya. Aku lebih senang menyendiri dan kurang menyukai keramainan, maka dari itulah mama menyuruh Kak Fandi membuatkan ku rumah-rumahan ini. Hihi nyaman loh disini, apalagi aku disini mempunyai sahabat yang amat sangat baik. Dia beda dari gadis-gadis pada umumnya. Mau tau? Yuk baca :)
"Chikaaaaaaa..........." teriakku ke luar jendela. Memanggil Chika, sahabatku yang sedari tadi hilang entah kemana.
Hari ini hari sabtu jadi dari pukul 10 pagi, aku sudah berada disini. Ya beginilah hari sabtuku. Ku isi dengan semua aktivitasku yang ku lakukan di dalam rumah kecil ini.
"Huh, kemana sih Chika ini...."
Ku ambil remote televisiku, ku duduk di kursi kecil.
Handphoneku bergetar.
"Hilman" sebuah nama tertera di layar handphoneku.
" Lagi dimana Nad? Jalan yuk? :-) "
"Gak penting banget sih smsnya..." gerutuku.
Hilman, teman sekelasku ini selalu mendekatiku. Entah apa yang dia inginkan dariku. Aku risih kalo dia deket-deket atau pun mengajakku jalan seperti ini. Aku hanya bisa mendengus kesal.
"Bodo ah, gak peduli..." kataku sendiri lalu meletakkan handphoneku di meja.
Langit tampak cerah hari ini. Matahari cukup konsisten dengan tugasnya. Cahayanya masuk ke dalam rumah kecilku ini. Tak nampak panas, sejuk . Ku goyang-goyangkan telapak kakiku sambil mendendangkan siul. Ku pencet remote televisi, tak ada acara yang menarik.
"Membosankan....."
Seperti inilah hari sabtuku, sendiri, sunyi, sepi, hehe . Tapi ini asyik loh, terkadang aku suka senyum-senyum sendiri menyaksikan tayangan di televisi, melihat kucing dan kelinci yang sedang bermain di halaman. Jangan fikir aku masih seperti anak kecil ya, aku pun pernah merasakan bagaimana pacaran itu. Aku pernah sekali punya pacar. Aku amat sangat menyayanginya, tapi ada yang lebih menyayanginya. Aku pun merelakannya untuk bersama wanita lain.
Aku masih ingat kejadian setahun yang lalu. Saat aku duduk di kelas 3 SMP. Julian, cowok populer di sekolahku itu menjadi pacarku. Gak lama emang, cuma bertahan 9 bulan. Perkenalanku sama Juli ini saat aku ikut gabung dalam ekskul basket. Awalnya aku sama Juli masih seperti teman biasa, tapi entah kenapa lama-lama kami ternyata memiliki rasa yang sama. Aku ingat saat Juli menyatakan sayangnya kepadaku lewat pesan singkat atau SMS.
" Aku sayang sama kamu Nadia..."
5 kata yang amat sangat singkat tapi benar-benar membuatku kebingungan. Ya aku bingung, aku harus bagaimana. Apa aku harus jujur juga akan perasaanku? Tapi apakah aku harus diam dan gak membalasnya? Tapi aku menyayanginya....
Aku yakin, Juli saat ini sedang menanti-nanti jawabanku. Aku pun membalas pesan Juli.
" Aku juga sayang sama kamu Juli..."
Tenang Nadia, tenang. 6 kata itu sudah cukup mewakilkan perasaanku pada Juli. Aku deg-deg an. Menduga-duga apa balasan pesan dari Juli. Apa dia akan memintaku untuk jadi pacarnya? Ah sudah terbayang rasanya mempunyai pacar seorang cowok yang menjadi idaman di sekolah. Juli, Juli dan Juli. Kamu sudah berhasil membuat otakku memikirkan namamu...
Ya! 5 menit kemudian, satu pesan dari Juli.
Jeng..Jeng.....
" Kamu mau gak jadi pacar aku?"
Tepat seperti dugaanku. Dia menginginkan aku untuk menjadi pacarnya. Tuhan, aku ingin teriak. Aku ingin luapkan rasa bahagiaku ini....
Aku mambalasnya, ku kuatkan hatiku untuk menjawab,
" Ya, aku mau jadi pacar kamu Juli.."
Juli membalas pesanku dengan cepat.
" Jadi sekarang kita pacaran? Iya? Ini gak mimpi kan? Nadia, aku sayang kamu<3 "
Aku tersenyum-senyum sendiri membalas pesan dari Juli.
" Iyaaa Juli, kamu gak mimpi kok. Aku juga sayang kamu"
Juli mengakhiri pesanku karena ia ingin berlatih basket. Ya hari ini aku pacaran sama Juli.
Hari-hari ku bersamanya berjalan seperti pacaran-pacaran anak remaja pada umumnya. Sebulan pertama semuanya amat sangat berkesan, dua bulan lebih berkesan. Dan bulan-bulan selanjutnya pun begitu. Tapi saat aku sama Juli sudah mencapai di bulan ke-9 , masalah datang.
Sahabatku menjauhiku karena dia amat sangat menyukai Juli. Aku di rundung bingung, aku harus bagaimana. Sedangkan aku sama Juli udah bertahan 9 bulan. Aku menceritakan masalah itu ke Juli, awalnya Juli hanya menyuruhku untuk tidak terlalu serius dalam masalah ini. Tapi lama kelamaan, ternyata sahabatku ini sakit. Ya dia butuh seseorang yang bisa memberinya semangat. Temanku yang lain bilang, katanya Rina, sahabatku ini menginginkan Juli untuk menjadi pacarnya.
( "Kalian pasti bisa ngerasain apa yang hati aku rasain waktu denger semua itu," ) :'(
Kemudian, aku bertemu Juli dan membicarakan soal ini. Semalam sebelum pertemuan ini, aku sudah menentukan bahwa aku harus memutuskan Juli, demi Rina. Sahabatku....
"Kamu tau Rina sakit? Dia butuh seseorang untuk memberinya semangat agar sembuh.." kataku membuka pembicaraan.
"Iya? Terus?" jawab Juli santai
"Dia bilang , kalo yang bisa ngasih dia semangat itu. Kamu, dan kamu harus jadi pacarnya dia.." kataku menahan air mataku.
"Hah? Terus ? Kenapa harus aku?" tanya Juli dengan muka kaget
Aku mengangkat kedua bahuku dan menggelengkan kepalaku.
"Tapi aku sayang sama kamu..." kata Juli kemudian menggenggam tanganku
Aku menangis, tapi harus gimana lagi? Aku harus secepatnya memutuskan hubungan ini agar Rina sahabatku kembali lagi kepadaku. Demi kebaikannya...
"Kamu pacaran sama Rina aja ya Jul.." kataku lirih
"Kamu kok ngomongnya gitu sih?" tanya Juli
"Dia lebih butuh kamu, daripada aku..."
"Tapi ? Apa itu jalan keluar yang baik ?" tanya Juli meyakinkanku
Aku menggangguk.
Jujur anggukanku ini sebenarnya bukan jawaban dari hatiku. Itu hanya sebagai lambang semata.
"Kamu yakin?" tanyanya lagi.
Aku menatap matanya, lalu berkata.
"Iya.." lalu meninggalkan Juli.
Juli hanya duduk mematung sambil terus memperhatikanku yang berlari menjauh.
Juli, maaf ini bukan kemauanku... :'(
Keesokan harinya, satu sekolah udah heboh dengan berita Juli berpacaran dengan Rina. Agak sedikit nyesek di hati pas tau semua itu. Tapi yaa aku harus tegar, karena aku pula la yang menyuruhnya untuk berpacaran sama Rina. Tapi sumpah aku gak rela :'(
Aku pun sekolah seperti biasa. Saat pagi, aku sering bertemu Juli dan Rina yang berboncengan. Ah ingin rasanya ku teteskan air mata ini...
Aku tegar. Meskipun sebenarnya aku rapuh..
Itulah kisah ku pada pacaran pertamaku. Hehe, sejak itu aku gak pernah pacaran lagi. Karena aku masih belum terlalu serius untuk itu. Terlebih karena aku masih menyayangi Juli...
Ah yaudah lah aku dan Juli hanyalah kenangan di masa lalu yang pahit untuk di ingat tapi aku sama sekali tidak ada niatan untuk melupakan semua kenangan 9bulan itu. Satu yang ku sayangkan, saat ini aku sudah tidak ada komunikasi lagi sama Juli. Setelah lulus SMP, kami berpisah. Gak ada kabar satu sama lain. Tapi aku masih mengingatnya, entah dia mengingatnya atau tidak..
***
"Hei.." seseorang menepuk pundakku
Aku menoleh,
"Chika! Kamu kemana aja sih.." jawabku menatap Chika, sahabatku.
Chika hanya tersenyum-senyum. Lalu duduk di sampingku. Ia menaruh kedua tangannya di dagunya. Memonyongkan bibirnya, sepertinya dia sedang tidak mood. Aku tanya kenapa, ia hanya menggeleng.
Chika, sahabatku ini amat sangat mengerti aku. Tapi ada satu yang membuatku sedih. Chika bilang, hanya aku yang dapat melihat dan bercakap-cakap bahkan bersahabat dengannya. Mama papa, kakakku tak dapat melihat Chika. Aku sering dibilang "gila" karena mama bilang, mama sering melihatku bercakap-cakap sendiri, padahal jelas-jelas saat itu aku sedang bercakap-cakap dengan Chika. Aku pun sering menceritakan tentang Chika kepada kakakku, tapi yang ada dia hanya menyuruhku untuk bangun dari mimpi -___-
Entah bagaimana caranya aku meyakinkan mereka bahwa aku punya sahabat sebaik Chika..
Tapi yang jelas, aku amat sangat membutuhkan Chika, hanya dialah yang tau semua masalahku, semua gundahku. Hanya dengan Chika lah aku menceritakan semuanya. Awal pertemuan aku dengan Chika saat rumah-rumahan ini dibangun.
Sore itu, di kebun nenek...
"Ambilin paku sama palu dek.." teriak Kak Adit kepadaku yang sedag asyik bermain kelinci.
Aku pun mengambil paku dan palu dan menyerahkannya pada Kak Adit.
Kak Adit pun terampil merakit rumah-rumahan ini. Saat itu, Kak Adit sedang menaruh barang-barang di dalam rumah kecil ini. Aku hanya duduk memperhatikan Kak Adit dan Papah yang sedang berberes-beres rumah ini.
Ku tengok ke luar jendela, ada seorang anak seumuranku berlari-lari mengitari rumah kecilku. Gadis manis bergaun merah jambu itu amat sangat cantik. Rambutnya pirang, panjang sepinggang, agak ikal. Ia berlari-lari membawa boneka barbie. Aku memperhatikannya, kemudian dia menengok ke arahku. Ia tersenyum, aku pun membalas senyumnya.
"Kak, itu siapa? Anaknya siapa? Tinggal dimana?" tanyaku pada Kak Adit yang sedang memasang lampu.
"Siapa? Gak ada siapa-siapa disini.." jawabnya santai.
Aku terdiam. Itu siapa? Kemudian aku tengok lagi ke jendela, gadis mungil itu sudah tidak ada di sekitar rumah kecilku. Kemana dia? Tanyaku.
Sampai pada malam harinya aku tidur di rumah kecilku ini, Ditemani Kak Adit.
Aku duduk di depan televisi, sedangkan Kak Adit asyik berkutik dengan Ipad-nya . Kemudian aku menengok ke arah Kak Adit yang ada di belakangku. Ternyata aku melihat gadis mungil itu di belakang Kak Adit, dia duduk. Tersenyum kepadaku...
Aku ingin menyapanya. Tapi kemudian dia menaruh telunjuknya di depan mulutnya. Menandakan aku harus diam dan tak berkata apapun. Aku pun menggangguk.
"Dek, aku tidur duluan ya..." kata Kak Adit sambil berjalan menuju kamar.
Aku menggangguk.
Aku duduk di sofa. Kemudian gadis itu datang lagi, dia duduk disampingku.
"Hei, kamu siapa?" tanyaku padanya yang berada disampingku
"Aku Chika, aku udah tinggal disini, sebelum rumah ini ada.." jawabnya sedikit parau
"Oh iya, kamu kok datengnya tiba-tiba gitu sih? Kamu siapa sebenernya?" tanyaku semakin penasaran
"Cuma kamu yang bisa lihat aku..." katanya singkat
Aku mengerutkan keningku.
"Kok gitu? kenapa?" tanyaku lagi
"Nanti kamu akan tau kenapa.Besok-besok kamu kalo mau kesini, jangan sama kakakmu ya. Sendiri aja, ada aku kok disini yang selalu siap buat nemenin kamu.." jelasnya
Aku masih bingung.
"Kamu gak usah bingung gitu. Aku baik-baik kok, sama sekali gak ada niat jahat sama kamu. Aku disini buat nemenin kamu. Tapi kamu harus janji satu hal..." katanya
"Janji apa?" jawabku
"Jangan cerita ke siapa-siapa tentang aku disini, kalau nanti kamu cerita, kamu akan di anggap aneh sama orang-orang itu.." katanya lagi
"Tapi aku boleh cerita ke mamaku atau papaku dan kakakku kan?" tanyaku dengan muka sedikit takut
"Boleh. Tapi mereka gak akan percaya sama semua perkataanmu.."
Aku mengerti. Walau aku sebenernya gak ngerti siapakah Chika ini sebenarnya. Tapi aku cukup senang mengenalnya. Ia ramah, baik dan manis.
Sudah hampir setahun aku mengenal Chika. Sudah banyak cerita yang ku tuangkan pada Chika. Seperti ceritaku sama Juli. Ia tau kalau aku masih menyayangi Juli walaupun aku gak cerita sama Chika. Chika sahabat yang selama ini aku cari, Chika lah yang bisa mengerti semua keluh kesahku.
Aku pernah bercerita tentang Chika pada Kak Adit. Tapi Kak Adit malah menertawakanku. Sejak itu aku pun enggan bercerita apapun tentang Chika pada Kak Adit, mama atapun papa.
***
"Kamu kenapa Chik?" tanyaku pada Chika yang masih memasang muka betenya
Chika melirikku.
"Kenapa diem? Bete?Sama siapa? Sama aku?" tanyaku beruntun
Chika menggeleng.
"Lalu? Kamu kenapa?" tanyaku lagi
"Aku gak pantes bersahabat sama kamu.." katanya dengan suara kecil
"Kamu kok ngomong gitu! Kenapa Chika! Aku seneng sahabatan sama kamu.." jawabku sambil menggenggam tangannya
"Aku gak nyata, aku gak ada..."
"Kamu ada! Buktinya kamu sekarang ada disini.." jawabku tegas
"Tapi aku gak seharusnya ada disini..."
"Please jangan ngomong gitu lagi.." jawabku tertahan air mataku
Chika menangis. Kemudian, Kak Adit datang dan melihat ku tengah bercakap-cakap sendiri.
"Ngomong sama siapa kamu?" kata Kak Adit kemudian duduk disampingku
"Sama Chika.." jawabku singkat
Kak Adit tertawa-tawa. Ku lihat Chika semakin deras air matanya.
"Kak! Jangan ketawa! Kakak bikin Chika nangis..." jawabku sambil memegang pundak Chika
"Bisa gak sih! Gak usah terlalu banyak imajinasi? Ini dunia nyata dek! Sadar!" tegas Kak Adit
Chika berlari keluar rumah, sepertinya dia tersinggung dengan ucapan Kak Adit. Aku mengejarnya.
Tapi apa yang ku dapat? Tak ada Chika di luar rumah.
"Chika dimana kamuu..." teriakku dalam hati
Dengan lemas, aku kembali masuk ke dalam rumah dan langsung membentak Kak Adit.
"Puas udah bikin sahabatku marah?" tanyaku dengan muka memerah, akibat menahan kesal.
"Siapa? Sahabat kamu yang hantu itu?" jawab Kak Adit santai
Aku tersentak. Hantu? Chika adalah makhluk halus? Tapi kenapa aku sama sekali tidak menyadari itu. Aku mengganggap Chika sama sepertiku. Karena dia mempunyai perasaan yang amat sangat dalam. Aku tau itu. Ah aku tak peduli. Mau hantu atau apalah yang terpenting aku mau Chika! Sahabat yang selama ini menemani hari-hariku. Menghapus tetesan air mataku.
Chika, aku mohon kembali...
Aku merasa kesal pada Kak Adit. Aku menghiraukan semua perkataannya. Sampai pada malam hari di kamarku. Kak Adit masuk ke kamar ku.
"Dek, maafin aku..." kata Kak Adit mendekatiku
"Aku gak akan pernah maafin kakak! Kakak jahat! Kakak udah bikin aku kehilangan Chika!" bentakku
"Aku sadar, aku tau. Aku akan cari Chika.." katanya sambil memegang pundakku
"Terserah kakak lah! Aku mau Chika! Cuma Chika! Udah lah sekarang kakak keluar dari kamarku..." tegasku lagi
"Kakak bakalan cari Chika buat kamu. Biar kamu maafin kakak.." jawabnya kemudian berlalu dari kamarku
Ah apa Kak Adit bisa menemukan Chika? Bukankah hanya aku yang mampu melihat Chika? Terserah apa kata dia lah. Aku benar-benar kesal padanya, dia udah bikin Chika pergi ninggalin aku.
Aku mengambil Barbieku yang biasa ku mainkan berdua Chika, ku peluk dan ku taruh di samping bantalku. Chika, aku mohon. Kemarilah, lihat boneka barbieku kesepian tanpa barbiemu....
***
Keesokan paginya aku sarapan. Mama membuatkan sandwich untuk perutku pagi ini. Papa berdiri disamping kaca dan memakai dasinya. Kak Adit duduk disampingku. Aku dan Kak Adit sama sekali tidak bertegur sapa di pagi ini. Mungkin juga aku tidak akan berangkat ke sekolah bareng Kak Adit. Aku masih membencinya. Entah sampai kapan..
"Kok cuek-cuekan sih?" tanya mama sambil menuangkan susu di gelasku
Aku diam. Kak Adit pun diam.
Kemudian aku beranjak dari kursiku.
"Aku naik taksi aja mah.." jawabku sambil mencium tangan mama dan papah.
"Gak bareng kakak?" tanya mama padaku
Aku menggeleng dan berlalu.
Ditaksi, aku masih memikirkan Chika. Ah sepinya malam ini tanpa gurauanmu Chika....
Sesampainya di sekolah, aku mengikuti pelajaran seperti biasa. Tapi hari ini aku tidak terlalu bersemangat. Waktu istirahat pun aku teringat Chika, kemarin-kemarin setiap istirahat Chika selalu mengikuti ku ke kantin. Tapi sekarang? Aku tanpa Chika...
Sepulang sekolah pun, aku lebih memilih untuk berjalan kaki. Kemudian pulang ke rumah kecilku. Mungkin Chika sudah kembali dan tidur di kamarku disana. Langkahku semakin memacu. Berharap aku bisa menemui Chika disana..
Tapi saat hendak membuka pintu rumah. Handphoneku berdering.
"Mama"
Aku mengangkatnya.
"Kamu dimana Nad? Cepet pulang, kakakmu kecelakaan.." kata mama dengan suara panik
"Hah? Kak Adit? Kecelakaan? Oke aku pulang sekarang.."
Aku langsung buru-buru mencari taksi dan kemudian pulang ke rumah. Aku takut terjadi apa-apa sama Kak Adit. Mama meneleponku lagi.
"Iya mah aku lagi di jalan.." kataku
"Kamu langsung ke RS.Sejahtera ya.." jawab mama
"Oke mah.."
Klik.
"Pak, ke RS.Sejahtera ya.." kataku pada supir taksi
Taksi pun meluncur cepat menuju RS.Sejahtera
Sesampainya di depan RS.Sejahtera, aku membayar taksi dan kemudian berlari menuju UGD. Ada mama di situ.
"Mah, mana Kak Adit.." kataku dengan suara terengah-engah
"Kakakmu kritis Nad..." jawab mama lemas.
Aku langsung teringat kata-kata Kak Adit semalam.
"Kakak bakalan cari Chika buat kamu. Biar kamu maafin kakak.."
Aku mempunyai feeling gak enak dari kata-kata itu. Tuhan, lindungi Kak Adit..
5 menit kemudian. Papah datang dan mama langsung memeluknya. Aku masih diam tak bicara. Hatiku terus menerus berdoa untuk Kak Adit.
Dokter pun keluar dari ruangan Kak Adit. Aku langsung menyergapnya.
"Gimana Kak Adit? Dia baik-baik aja?" tanyaku
"Sabar ya dek. Kakakmu tidak dapat di selamatkan lagi. Allah sayang sama dia.." jawab dokter sambil mengelus kepalaku
Aku terduduk lemas, mama ku pingsan. Ayah berusaha menenangkanku. Mama di bawa ke ruangan dokter.
Aku menangis. Detik itu juga aku masuk ke ruangan Kak Adit. Dan apa yang ku lihat? Kak Adit sudah tidak bernyawa, ia menutup matanya. Di sekitar keningnya masih ada sedikit darah.
"Kak, bangun..." kataku sambil mengelus keningnya
Ku genggam tangannya. Ku cium tangannya.
"Maafin aku udah ngebentak kakak.."
Semua penyesalan yang amat dalam ku rasakan. Papa membiarkan jenazah Kak Adit di mandikan di Rumah Sakit ini. Aku hanya diam, hanya bisa menangis. Jenazah Kak Adit di bawa menuju rumahku dengan ambulance. Ku naik di ambulance dan ku duduk tepat disamping kepala Kak Adit. Ku terus menerus pandangi wajahnya. Tuhan, hidupkan Kak Adit sekali lagi......
Sesampainya di rumah. Jenazah Kak Adit di taruh di ruang tamu. Di atas kasur. Ku masih menangis. Tapi saat aku hendak masuk ke dalam rumah. Ku lihat Kak Adit berdiri di depan rumahku, dan lihatlah dia bersama Chika! Kak Adit tersenyum, Chika pun begitu.Aku menangis dan memanggil-manggil Kak Adit. Tapi kemudian Papa menuntunku berjalan.
"Pah, ada Kak Adit di situ. Dia berdua sama Chika..." kataku pada papa
Papa hanya tersenyum.
Orang-orang berdatangan. Teman-teman sekolah Kak Adit. Semuanya merasa kehilangan. Saat semuanya membacakan yasin untuk Kak Adit. Ku lihat Kak Adit duduk tepat disamping jasadnya. Ia menangis, sepertinya ia masih belum rela kalau harus pergi meninggalkan semuanya, tapi saat ia menangis. Ku lihat, Chika menghampirinya . Dan kemudian Chika seperti menasehati Kak Adit.
Kak Adit dan Chika pun keluar dari rumah.
Setelah jasad Kak Adit di kebumikan. Aku menuju ke rumah kecilku. Langkahku semakin lemas. Saat aku masuk ke rumah kecilku, aku melihat Kak Adit sedang duduk berdua bersama Chika. Aku memeluk Kak Adit.
Kak Adit menyambutnya.
"Kak, maafin aku.."
"Nih aku udah bawa Chika balik ke sini, buat nemenin kamu.." kata Kak Adit
Aku tersenyum.
"Tapi kakak harus pergi.." kata Kak Adit sambil melepaskan tanganku
"Kenapa? Chika juga pergi?" tanyaku sambil menghapus air mataku
Chika mengangguk.
"Disini bukan tempatku. Kamu istimewa Nadia, kamu dapat melihatku. Kita bisa bergurau bersama, aku gak akan lupain itu. Aku sadar aku dan kamu berbeda, kamu nyata sedang aku? Aku hanyalah maya..." jelas Chika sambil merangkul ku.
Aku menangis.
"Jadi Kak Adit akan pergi kesana bersama Chika?"
Kak Adit menggangguk.
"Tapi kamu jangan takut, kakak akan selalu merhatiin kamu.." jawab Kak Adit
Aku masih diam. Perlahan angin terasa menyapu ruangan ini. Dingin.
Perlahan itu pula Kak Adit dan Chika pergi. Mereka kini berdua. Semoga aku mampu melihat mereka berdua di kemudian hari.
Kak Adit, Chika kalian adalah yang terbaik. Ada ataupun tidak ada raga kalian, tapi nyawa kalian ada di nyawaku :)))
anjir kak gue nangis baca ini :"(
BalasHapus