Selasa, 28 Februari 2012

Cinta Vanilla











"Aduh. Hati-hati dong.." kataku sambil membereskan buku-buku ku yang jatuh berserakan.
"Maaf ya.." jawab seseorang yang telah menubrukku dari depan

Aku diam kemudian menoleh ke seseorang yang menubrukku. Ia membawakan sebagian buku-buku ku yang tadi terjatuh. Aku sempat diam dan mematung. Aku menengok ke atas sedikit karena cowok yang ada di hadapanku ini lumayan tinggi.
"Ya Tuhan, aku masih di dunia kan? Kenapa ada malaikat setampan ini..." gumamku sambil terus memperhatikan cowok ini.

"Hei? Hello.." kata si cowok itu menggoyang-goyangkan kanan kirinya ke depan mataku

Aku jadi gelagapan sendiri. Aku berpura-pura jutek.
"Eh iya, sini buku gue.." kataku ketus sambil mengambil buku dari genggamannya kemudian berlalu dari cowok itu.

Cowok itu hanya diam. Ya Tuhan, ini cowok bodoh apa gimana sih? Apa tadi dia gak sadar kalo aku lagi terpesona sama ketampanannya? Ah entahlah. Eh tapi tunggu dulu, siapa dia? Aku baru melihatnya. Apa dia murid baru? Mungkin. Kelas berapa? Semoga masuk di kelasku. Pertanyaan-pertanyaan sudah menghampiri pikiranku. Eh kenapa tadi aku gak nanya namanya siapa? Oh iya tadi kan aku berpura-pura menjadi cewek jutek di depannya. Ah bodoh bodoh bodoh...

"Lama banget sih lo.." tegur Kak Nitta
"Ada masalah tadi di luar.."
"Masalah apaan?" tanyanya dengan muka sok serius
"Kepo lo ah, hahaha.." jawabku  konyol

Kak Nitta pun diam. Kemudian aku menggodanya.
"Tadi ada cowok ganteng looh, anak baru tuh kayaknya.."

Kak Nitta langsung tersenyum.
"Hah? Serius? Lo liat dimana?"
"Nanti juga lo tau kak.."

Bu Dumira pun masuk ke kelas. Semua anak memberi salam.
"Anak-anak, sepertinya hari ini adalah hari bahagia kalian. Karena kalian akan segera mendapatkan teman baru.." kata Bu Dumira setelah membalas salam dari anak-anak

Aku mulai terpikirkan cowok yang tadi pagi menubrukku. Apa cowok itu yang akan masuk ke kelasku? Tak lama masuklah seorang cowok ke kelasku. Ya itu cowok yang tadi menunbrukku hingga buku-buku ku terjatuh. Dia tersenyum, ya Tuhan senyumannya indah teramat indah...

"Kenalkan diri kamu.." pinta Bu Dumira
"Halo semuanya, nama saya Hafiz. Nama lengkap saya Muhammad Hafiz Arief.  Saya pindahan dari Bandung. Semoga bisa bersahabat.." katanya tegas namun tetap memancarkan senyumannya.
"Ya, ini Hafiz. Semoga kalian semua bisa besahabat dengan baik. Sekarang kamu pilih tempat duduk yang masih kosong.." kata Bu Dumira

Aku masih terbengong-bengong. "Oh namanya Hafiz.."
Hafiz pun duduk di bangku yang ada di belakangku, kebetulan bangku itu kosong. Ia menoleh ke arahku, ia memancarkan lagi senyumannya. Aku pun membalasnya.
"Bodoh. Bodoh! Bodoh sekali kamu Nillaa. Kenapa kamu membalas senyumnya? Kan tadi udah pura-pura jadi cewek jutek di depan dia.." teriakku dalam hati

Aku melupakan sejenak kebodohanku itu. Kemudian berkonsentrasi pada pelajaran pertama hari ini. Bu Dumira menerangkan tentang geometri. Aku angkat bendera putih aja deh sama pelajaran yang satu ini. Tapi ya mau gak mau tetep harus jalanin pelajaran ini. Di kelas aku hanya menahan rasa kantukku dengan memainkan pulpen yang ada di tanganku. Ku menoleh sedikit ke arah belakangku, Hafiz sedang serius mencatat apa pun yang di terangkan Bu Dumira. Apa dia tidak bosan? Tapi menurutku dia sosok cowok yang mahir di bidang ini. Tuh kan bener, baru sekali Bu Dumira ngasih pertanyaan dia udah maju dan menjawab pertanyaan itu dengan tepat. Bu Dumira pun memujinya..

Saat istirahat pertama. Hafiz hanya duduk di tempat duduknya. Beberapa cowok kelasku mencoba akrab dengannya, ya nampaknya meraka semua tak perlu waktu lama untuk saling bercakap-cakap. Maklum lah mereka kan cowok. Aku dan Nitta masih di kelas.
"Kantin yuk Nill?" ajak Nitta
"Gak, lo duluan aja kak. Gua pengen dikelas.."
"Yaudah dah.."
Kak Nitta pun meninggalkanku. Aku masih asyik berkutik dengan handphoneku.

Hafiz menghampiriku.
"Em, lo yang tadi bukan?"
Aku menoleh.
"Iya, kenapa?"
"Terus yang tadi keluar siapa?" tanyanya
"Itu kakak gue, Nitta namanya. Gue Nilla, gue sama dia kembar.." jawabku
"Hah? Kembar? Pantesan mirip banget. Untung gue gak salah ya. Oh iya yang tadi pagi maaf ya.."
Aku menggangguk.
"Iya gak apa-apa. Udah lupain aja.." jawabku

"Oh iya, Hafiz.." katanya samil menjulurkan tangannya
"Iya gue tau, lo udah tau nama gue kan?" jawabku sambil tersenyum jahil
"Hahaha, iya tapi kan seenggaknya salam buat perkenalan.." katanya
Aku pun meraih tangannya.

"Eh ayo ke kantin Fiz.." kata Rino, teman sekelasku.
"Iya iya. Gue ke kantin dulu ya Nill.." katanya padaku
Aku mengganggukkan kepalaku.

Hafiz, Rino dan yang lainnya pun pergi ke kantin. Ah aku ingin berteriak, ya Tuhan aku menggenggam tangan nya. Si pemilik senyum indah itu. Ia ramah, baik, pintar lagi. Huh sepadan dengan wajahnya..
"Aduh Kak Nita mana sih.." gumamku.
Aku ingin segera menceritakan senangnya hatiku ini..

Aku dan Kak Nitta memang saudara kembar. Kami beda 3 menit. Kak Nitta lahir terlebih dulu, di susul aku. Aku dan Kak Nitta adalah piatu. Ibu kandung kami meninggal saat melahirkan kami. Dari bayi aku dan Kak Nitta di rawat bersama seorang wanita yang selama ini ku panggil dengan sebutan "Bunda" . Ia adalah kakak dari Almh.Ibuku. Kata Bunda, Ibu menitipkanku dan Kak Nitta padanya. Jadi sekarang, aku mempunyai dua ibu, hehe. Aku dan Kak Nitta lahir pada tanggal 5 Maret 1995. Aku terlahir dengan nama Vanilla Putri Shabrina, sedangkan Kak Nitta Vanitta Shabrina Putri. Hihi, namaku dan Kak Nitta lucu ya? Kami berdua memiliki kemiripan yang amat sangat spesifik. Mata, mulut, hidung, yang membedakan hanyalah rambut. Kalo rambutku panjang sepinggang, sedangkan Kak Nitta hanyalah sebahu. Aku sama Kak Nitta pun mempunyai banyak kesukaan yang sama. Terutama dalam hal cowok, kami memiliki tipe-tipe cowok yang hampir sama. Jadi kalo aku bilang cowok itu tampan, ia pun akan bilang seperti itu. Tapi jika aku bilang cowok itu biasa aja, ia pun akan beranggapan yang sama.

"Ah lama lo kak, eh eh itu si Hafiz. Cowok yang tadi pagi gue bilang ganteng itu.." kataku sesaat setelah Kak Nitta masuk ke kelas.
"Iya, emang ganteng sih ya. Eh tapi gue belom kenalan Nill sama dia.." kata Kak Nitta dengan senyum-senyuman yang gak jelas
"Telat lo. Tadi dia udah ngajak gue kenalan duluan. Hhaha.." jawabku dengan tertawa yang bebas
Kak Nitta langsung duduk diam. Sepertinya ia menyukai Hafiz..

Jam sekolah pun berbunyi kembali. Tanda bel masuk untuk mengikuti jam terakhir. Hafiz pun masuk ke kelas bersama anak-anak laki yang lainnya. Saat melewati tempat dudukku ia menoleh dan tersenyum kembali kepadaku, aihh.. senyuman indah itu..

Pelajaran terakhir pun di mulai..
Bahasa Inggris, yaa cukup mengasyikkan lah dibanding aku harus kerkutak atik dengan matematika. Aku cukup semangat dengan pelajaran ini. Ku ambil peralatan menulisku dan sebuah buku cetak bahasa inggris.

"Ya sekarang bentuk kelompok ya. Satu kelompok 3 orang, dan kamu Nitta jangan begabung sama adikmu Nilla ya.." perintah Bu Ismi di depan kelas

"Huh lagi-lagi gak satu kelompok sama Kak Nitta.." gerutuku
Semua guru-guru di sekolahku sudah mengetahui kalau aku dan Kak Nitta adalah saudara kembar. Jadi setiap ada kerja kelompok pasti aku selalu di pisah sama Kak Nitta. Mungkin biar engga tertukar ya? Hahaha.
Aku tak perlu mencari-cari kelompok. Dua orang cowok sudah menghampiriku. Hafiz dan Alvi.

"Gue sama lo ya Nill.." ujar Hafiz kemudian duduk di sebelahku
"Oke, duduk deh sini.." jawabku

Kak Nitta pindah tempat duduk. Hafiz duduk di sampingku, sedangkan Alvi duduk di depanku.

"Sekarang sudah yang sudah berkumpul dengan kelompoknya, catat apa yang ada di papan tulis ya.."

" Buatlah sebuah kliping tentang makanan atau minuman. Dibuat menggunakan bahasa inggris lengkap. Setiap kelompok menjelaskan tentang satu jenis minuman atau makanan"


"Kita bikin apa nih?" tanyaku pada Hafiz
"Gimana kalo tentang Vanilla Blue?" jawab Hafiz
"Itu nama gue Fiz..." jawabku dengan muka sinis
"Hahaha, itu minuman favorit gue tau.." kata Hafiz
"Ya terus gimana nih Vi? Setuju gak?" tanyaku pada Alvi
"Gue sih setuju-setuju ajaaa Nill.." jawab Alvi
"Oke! Deal nih ya kita bikin kliping tentang Vanilla Blue.."

Aku pun mencatat apa-apa saja yang akan di persiapkan untuk pembuatan kliping ini. Aku menyadari sedari tadi Hafiz memperhatikanku. Aku ingin menoleh, tapi aku malu..

"Yaudah, jadinya kapan kita bikin kliping ini?" tanyaku sembari memasukkan pulpen ke tempat pensil.
"Giana kalo sabtu ini? Di toko Vanilla Blue langgananku.." kata Hafiz
"Dimana? Udah punya langganan aja. Lo kan baru di Jakarta.." sahut Alvi
"Iya, toko itu buka cabang disini. Aslinya sih di Bandung. Tapi gue tau kok cabangnya di Jakarta.." jawabnya
"Oke deh. Oh iya masukkin nomer lo ya Fiz, nih di hape gue.." kataku sambil menyerahkan handphoneku

Hafiz pun mengambil handphoneku dan memasukkan nomernya. Aku diam-diam memperhatikannya, senyumannya itu sama sekali tak membosanku untuk dipandang. Alvi sepertinya mengetahui kalau aku diam-diam melirik ke arah Hafiz, ia pun menampakkan wajah yang tidak menyenangkan.

"Biasa aja kali ngeliatinnya.." bisiknya dengan suara kecil namun cukup terdengar di telingaku

Aku meliriknya, "Kenapa Vi?"
Alvi menggelengnya. Dan kembali ke tempat duduknya.

"Nih Nill. Udah gue masukkin nomer gue, namanya Hafiz ya.." katanya sambil mengembalikkan handphoneku
Aku tersenyum dan kemudian duduk, Hafiz pun duduk di tempatnya.


"Lo tentang apaan Kak?" tanya pada Kak Nitta yang sedang membereskan buku ke dalam tas.
"Gue sih tentang Pizza. Kalo lo ?"
"Gue tentang Vanilla Blue. Tuh si Hafiz yang ngusulin.."
"Oh, haha. Eh eh dia lumayan juga kalo di liat-liat ya.." katanya sambil berdiri dan bersiap untuk pulang
"Ah lo mah siapa aja dibilang lumayan. Dah ah ni lo yang bawa motor ya.." jawabku sambil menyerahkan kunci motor kepada Kak Nitta.

Aku dan Kak Nitta pun keluar kelas.
"Pulang bareng yuk Nill.." sapa Alvi kepadaku saat sedang menunggu Kak Nitta di gerbang sekolah.
"Gue sama Kak Nitta, Vi.." jawabku
"Yaelah yang kembar. Berdua-dua terus.." ledeknya
Aku hanya tertawa-tawa.

"Yuk pulang Nill, buru ah. Ngantuk gue.." kata Kak Nitta sambil duduk di atas motor.
Aku mengangguk.
"Duluan ya Vi.." kataku pada Alvi

"Eh itu Alvi demen sama lo dek?" tanya Kak Nitta dengan muka sinis
"Apaan sih lo kak! Asal ceplos aja.." jawabku ketus
"Ya, kalo cowok suka sama cewek sih kebaca dek dari cara dia ngomong sama cewek yang dia suka itu.."
Aku diam.

Benarkah apa yang dibilang Kak Nitta? Berarti kalau saja Hafiz peka, ia akan tau jika sedari tadi aku memperhatikannya. Menatap senyumnya. Ah bukankah cowok tidak terlalu peka dibanding cewek? Entahlah. Tapi jika benar Alvi menyukaiku seharusnya Kak Nitta tadi meneteskan air matanya, karena aku tau sudah sejak lama Kak Nitta memendam rasa pada Alvi.



"Gue pinjem jaket lo ye, buat besok gue ngerjain tugas.." kataku pada Kak Nitta
"Iya pake aja Nill. Lo berangkat jam berapa emang?"
"Jam 10-an kak, lo jam berapa?"
"Jam 12 dek. Gue tidur duluan ye, ngantuk.." kata Kak Nitta sambil menarik selimut.
Aku pun mengambil novelku dan membacanya sampai mataku ini mengantuk.

"Deerrtt...Derrttt.."
Getar handphoneku. Sebuah nomer baru.

"Ni gue Hafiz. Save ya.."

Oh Hafiz, aku pun segera menyimpan nomernya. Tapi aku enggan untuk membalasnya, entah kenapa..
Jam sudah menunjukkan pukul 10:00 malam, mataku belum terasa ngantuk. Ada satu pesan lagi dari Hafiz.

"Selamat tidur Vanilla. Besok ngumpul di sekolah kan?" Bales ya?

Aku pun membalasnya,

"Iya, besok ngumpul jam 10 ya di sekolah.."

Kemudian aku meletakkan novel yang ku pegang dan ku rebahkan badanku. Selamat datang dunia mimpi...


***
"Bunda, aku berangkat ke sekolah ya.." kataku pada Bunda yang sedang asyik bermanja-manja dengan tanaman hiasnya
"Iya, hati-hati Nilla. Kakak kamu gak ikut ke sekolah?" tanya Bunda
"Kak Nitta nanti jam 12 Bun, yaudah aku berangkat ya.." kemudian mencium tangan Bunda

Di depan pagar rumah, Alvi sudah menungguku.
"Loh? Alvi? Kita kan gak janjian?"
"Hehehe, iya gue kan gak pengen wanita secantik lo panas-panasan di angkot. Yuk, naik.."
Aku hanya tertawa-tawa kecil yang sebenarnya hanya paksaan. Tapi ya udahlah daripada panas-panasan naik angkot, mending bonceng aja. Mumpung gratis, hahaha.

"Eh lo udah punya pacar belom Vi?" tanyaku pada Alvi
Alvi diam. Kemudian menjawab, "Emang kenapa Nill? Lo mau jadi pacar gue? Gue single kok.."
"Hah? Enggak, cuma nanya aja kali. Pede banget lo, haha.." jawabku

Aih, Alvi single? Baguslah. Aku berniat untuk menjadi "mak jomblang" untuk Alvi dan Kak Nitta. Semoga saja Alvi menyukai Kak Nitta sebagaimana halnya Kak Nitta. Aku ingat waktu pertama kali Kak Nitta cerita bahwa ia menyukai seorang cowok di kelasku, aku berusaha menebak-nebak. Siapa cowok yang dia taksir, karena menurutku cowok kelasku tak ada yang menarik. Tapi ternyata kali ini aku dan Kak Nitta berpendapat berbeda, ia menyukai Alvi.

"Gue suka sama Alvi nih.." katanya ketika aku sedang mengerjakan PR di sebelahnya
"Hah? Alvi? Yakin? Kenapa bisa suka?" tanyaku lagi
"Gak semua perasaan suka ada alasannya kan Nill?"
Aku langsung terdiam.

Ya benera kata Kak Nitta. Perasaan suka bisa datang bahkan tanpa alasan yang masuk akal dan bahkan tanpa alasan. Oke itu curhatan Kak Nitta di suatu malam. Tapi aku yakin sampai sekarang Kak Nitta masih menyimpan rasa itu buat Alvi.

"Dimana si Hafiz ya.." gumamku sambil duduk di kursi taman sekolah
"Nanti juga dateng, ngapain sih berharap gitu.." jawab Alvi ketus
"Dih? Biasa aja kali."

5 menit kemudian, Hafiz datang dan memarkir motornya tepat disamping motor Alvi.
"Yuk berangkat?" ajaknya
"Gue sama siapa nih?" tanyaku
"Sama gue juga boleh Nill.." kata Hafiz
"Yee udah lo sama gue. Kan daritadi emang sama gue.." ujar Alvi sambil duduk di atas motornya
"Yaudah. Lo jalan duluan ya Fiz, gue sama Alvi kan gak tau tempatnya.." kataku pada Hafiz
Hafiz pun menurut kemudian melaju dengan motornya.

"Eh Hafiz ganteng ya.." kataku pada Alvi.
"Ah biasa aja kali.."
"Ih ganteng tau, Kak Nitta pun bilang begitu.."
Alvi diam.
"Lo kenapa Vi? Kok bete gitu sih?" tanyaku
"Gak apa-apa.."
"Oh iya, lo suka sama cewek kayak gimana Vi?" tanyaku lagi

Alvi diam sejenak.
"Yang gue suka tuh kayak lo Vanilla..." katanya dengan nada kecil
"Hah? Apaan Vi? Gue gak denger.." jawabku
"Gak, emang ada apaan kok lo tanya gitu?"
"Sebenernya gue pengen comblangin lo sama Kak Nitta, Vi. Dia itu suka sama lo udah lama.." kataku
"Hah? Kok Nitta? Bukannya lo sih?" katanya
"Hahaha iya Kak Nitta suka sama lo tau Vi.."
"Udah lah gak usah dibahas disini.." kata Alvi

Kemudian sampailah kita di depan cafe yang gak terlalu besar tapi sangat rindang. Hafiz memakirkan motornya di bawah pohon, begitupun Alvi.
"Yaudah, masuk yuk.." kata Hafiz
"Yuk.." aku segera berjalan disamping Hafiz

Kami bertiga duduk di meja nomer 4.
"Mas mas.." panggil Hafiz pada salah satu pelayan yang ada di situ.
"Iya, pesan apa?" jawab Mas pelayan yang ku tau namanya "Joni" seperti itulah yang tertera di bajunya
"Vanilla Blue nya 3, sama banana spitnya tiga ya.." kata Hafiz

Astaga, banana split. Itu kesukaanku .
Alvi mengeluarkan laptopnya. Aku duduk disamping Hafiz, Hafiz mulai bercerita tentang kehidupannya saat di Bandung. Dia bilang di Bandung, cafe ini adalah tempat biasa dia menghabiskan waktu kosongnya. Dan Vanilla Blue adalah santapan favoritnya. Aku merasa ada yang beda dari percakapanku ini. Hafiz pun memuji penampilanku hari ini, katanya aku nampak anggun. Hahaha entah itu jujur atau hanyalah gombalan semata.

"Ketawa-ketawa aja sih. Ayo ini jadi gak ngerjain tugasnya.." gerutu Alvi
Aku dan Hafiz pun berhenti bercakap-cakap, kemudian konsentrasi ke tugas kliping ini. Hafiz membuat pendahuluan. Aku membantunya, Alvi menarik tanganku keluar dari cafe ini.
"Ih apaan sih Vi. Jangan narik-narik dong!" bentakku pada Alvi
"Kenapa sih lo deket-deket sama dia!"
"Deket apa! Gue cuma bantu! Lagian juga ini tugas kelompok kan?"
"Lo gak ngerti perasaan gue! Gue cemburu Vanilla..." jawabnya dengan suara yang merendah

Aku diam. Kemudian duduk di kursi yang ada di depan cafe, Hafiz memperhatikanku dari dalam cafe.
"Cemburu?" tanyaku lagi pada Alvi
"Iya! Gue cemburu lo muji dia, gue cemburu lo deket dia. Gue tuh udah lama suka sama lo Nilla!" kata Alvi dengan suara yang kembali tinggi
"Tapi Vi, gue sama sekali gak ada rasa apa-apa sama lo, gue cuma anggep lo temen gue. Dan gue tau Kakak gue, Kak Nitta suka sama lo Vi.."
"Ya tapi gue sukanya sama lo Nillaaa. Apa gue harus buang rasa ini dan jadiin orang lain pelampiasan dari rasa ini? Enggak kan?"
"Yaudah lah Vi, gak usah bahas ini lagi. Buang rasa itu ya.." kataku sambil berlalu masuk ke dalam cafe

Hafiz masih seperti posisi awal. Duduk sambil menyusun kliping.
"Lama banget sih, tuh Vanilla Blue nya cair deh.." katanya sambil tertawa
Aku hanya tersenyum, kemudian menyeruput Vanilla Blue yang menyegarkan ini. Alvi masuk dengan mata yang sembab. Sepertinya ia habis menetskan air matanya. Dan sepertinya juga ia sudah melupakan kejadian yang tadi.

"Lo kenapa Vi?" tanya Hafiz sambil mengambil sendok kecil kemudian menyendok banana splitnya.
Alvi menggeleng, "Nill, gue minta nomernya Nitta.."
Aku pun segera memberikan nomer Kak Nitta pada Alvi. Kemudian Alvi sepertinya menelepon Kak Nitta lalu menjauh dari aku dan Hafiz.

"Alvi nembak lo ya?" tanya Hafiz
"Tau dari mana?"
"Feeling aja sih, iya kan?"
Aku menggangguk.
"Lo cantik sih.." kata Hafiz

Aku bengong. Ya Tuhan, cowok setampan Hafiz memujiku. Aku tau cantik itu relatif, tapi tidak akan jadi relatif jikalau cowok setampan Hafiz yang memujiku, hahaha.
"Terima kasih Hafiz.." jawabku dengan sedikit tersipu

Tugas kliping gak perlu lama-lama di buat. Gak sampe 2 jam tugas ini udah selesai. Aku dan Hafiz pun bersantai sambil bercanda. Kemudian Hafiz mengucapkan sesuatu yang bikin aku tertawa-tawa.
"Lo asik ya? Gue pikir lo tuh jutek, soalnya kan pertama kita ketemu aja lo udah jutek , beda sama yang ini.."
"Kan dulu gue belum kenal sama lo Fiz.." jawabku

Kemudian masuklah Alvi dan dia bersama Kak Nitta. Aku dan Hafiz sedikit kaget. Jangan-jangan Kak Nitta akan marah-marah padaku karena aku telah membocorkan rahasianya pada Alvi, tapi wajah mereka berdua nampak bahagia. Apa mereka berpacaran? Mungkin..
"Eh Kak, kok ada di sini? Ciye sama Alvi.." kataku pada Kak Nitta yang semakin mendekat

Kak Nitta duduk di sampingku, sedangkan Alvi duduk disamping Hafiz.
"Makasih yaa Nilla, lo udah bilang ke Alvi tentang perasaan gue ke dia, Tapi sayang banget Nill, Alvi sayang nya sama lo, bukan sama gue.." kata Kak Nitta
"Kak, lo jangan ngomong gitu dong. Gue yakin kok suatu saat nanti lo pasti pacaran sama Alvi. Alvi cuma butuh waktu buat buang rasa itu ke gue, dan itu gak perlu waktu lama.." jawabku

"Iya, bener Nitta. Mungkin sekarang gue emang suka sama Nilla, tapi cuma sebatas suka kok. Dan gue juga tau kalo Nilla itu suka sama Hafiz.." kata Alvi

Aku melotot ke arah Alvi.
"Alvi! Kenapa lo bilang gitu.." gumamku dalam hati.
Ya Tuhan, aku malu. Malu sekali, aku belum siap kalau Hafiz harus mengetahui bahwa aku sudah mulai menyukainya. Karena ku takut, jika ia sudah tahu bahwa aku menyukainya, ia akan menghindar. Tapi mau gimana lagi, Alvi sudah berucap demikian, di depan Hafiz pula..

"Bener apa yang di bilang Alvi, Nill?" tanya Hafiz
Aku bingung untuk menjawab, "emm..iya itu bener.."
"Aku juga suka sama kamu, aku juga senyum kamu, aku suka wajah kamu, aku suka mata imut kamu, aku suka rambut kamu.."
Aku tercengang. Kak Nitta pun begitu. Oh Tuhan, apa itu sungguh ucapan dari hatinya? Hatiku terasa melayang, semoga tak akan dijatuhkan dengan hempasan yang menyakitkan..

"Vanilla, wanna be my girlfriend?"
Tiba-tiba saja Hafiz berlutut di hadapanku dan membuka tangannya.

Ingin rasanya aku teteskan air mata bahagia ini. Tapi aku bingung harus menjawab apa, jujur aku memang menyukainya. Tapi kalau sayang, belum. Mungkin suatu saat nanti sayang itu akan muncul. Dan tanpa lama-lama lagi, aku pun menggangguk dan meraih tangannya. Alvi kemudian pindah duduk di samping Kak Nitta, ia pun melalukan apa yang dilakukan Hafiz kepadaku.

                                                     Ia berlutut di depan Kak Nitta dan berkata,
"Vanitta, wanna be my girlfriend?"
Dan Kak Nitta pun mengatakan "Ya" .

Hari ini tepat tanggal 23 Januari 2012, adalah hari jadi aku dan Hafiz, Kak Nitta dan Alvi. Siang ini, di sebuah cafe kecil di pinggir kota, berteman 3 gelas Vanilla Blue dan 3 porsi banana split telah merubah hari ini menjadi hari yang amat sangat istimewa. Hafiz, aku menyayangimu sejak pertama kamu bilang "Vanilla, wanna be my girlfriend?" . Terima kasih Tuhan, engkau telah mengirimkan ciptaanmu untuk melengkapi hariku dan menciptakan alasan mengapa aku jadi menyukai Vanilla Blue..

Senin, 27 Februari 2012

Malam itu, 23 Februari 2012...

Mataku lebih tegar daripada hatiku.
Mataku mampu menahan airnya ketika melihatmu memuji dia disana.
Tapi hatiku?
Hatiku rapuh, lemah, tak berdaya.
Satu kata, kecewa

Jangan salahkan aku yang masih terpikirkan semua tentangmu.
Jangan pula salahkan airmataku.
Airmataku lebih sempurna dibandingmu.
Ia selalu menemaniku kala aku sendiri, sepi.
Tak seperti kamu.

Aku sendiri, tertatih melihat kebahagiaanmu bersamanya.
Aku menyayangimu, setulus tulusnya.
Meski ku tau sayangku dibalas dengan kemunafikan.
Semua ketulusan yang dulu berseri, sekarang pergi tanpa izin.

Bantu aku, melupakan semua kebahagiaan yang terlalu indah itu.
Bantu aku, membuang semua rasa tulus yang ada.
Bantu aku, menjadi lebih kuat
Lebih kuat atas balasan yang jauh dari kata tulus yang ku berikan.

Entah bodoh atau tolol.
Aku masih terus menerus menangis, menangisimu.
Maaf aku yang salah.
Aku terlalu bodoh untuk menyayangimu teramat dalam.
Percuma. Ya percuma...

Sekarang sesal pun percuma.
Pergimu tak akan kembali lagi.
Sendiriku berteman sisa ketulusan yang ada.
Kembalimu pun tak akan ku harapkan.
Cukup sudah kemunafikan ini terungkap.
Sedih pun percuma.
Terima kasih atas semuanya.
Jangan datang lagi.
Jangan ungkap janji lagi.
Aku muak, aku benci.

Aku akan mencoba melupakan ini.
Semoga gak akan ada penyesalan.
Aku gak terima maaf lagi.


Selasa, 21 Februari 2012

Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku...


Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku
Karya : Rizki Kusuma Wardani

“Maaf, aku puasa..” jawabku pada Steve yang menawariku makan.

Steve hanya diam dan meminta maaf. Maklum lah dia beragama nasrani, ia tak mengerti dan tak mengetahui bahwa hari Senin ini aku tengah melaksanakan puasa Senin-Kamis. Steve ini anak baru di sekolahku. Kurang lebih sudah hampir 3 minggu ia bersekolah di sekolahku. Dia satu-satunya murid laki-laki beragama nasrani dikelasku. Jangan kaget, ini sungguhan. Aku bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Kartika Kusuma, terletak di Jakarta bagian Timur. Saat ini aku duduk di kelas 11 SMK, aku mengambil jurusan perhotelan. Aku memperdalam ilmu menjadi seorang chef. Begitupun teman-teman sekelasku. Kami semua saling membantu dalam segala hal, yang pandai harus membantu yang kurang pandai dan yang lebih pandai harus membantu yang pandai. Persahabatanku dengan semua teman-teman kelasku sudah seperti kuntilanak dan kostum putih panjang yang selalu menemani setiap penampilannya, hihi. Ibaratnya seperti itu, jadi kita semua benar-benar saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Oke, sekarang ku kenalkan nama sahabat-sahabatku. Yang pertama, Wisnu, cowok gendut yang amat sangat rajin membaca al-Qur’an ini sangat pandai dalam hal memotong-motong bahan-bahan masakan bahkan dalam slices terkecil. Kemudian ada Nindy, cewek manis yang gemar berdekorasikan bentuk jilbabnya. Ia bisa merangkai jilbab yang tadinya biasa bahkan amat sangat biasa menjadi luar biasa, aku dan teman-teman yang lain sering memuji penampilannya. Yang ketiga, ada Mauren, cewek imut beragama nasrani ini amat sangat menghargai perbedaan agama diantara semua anak-anak kelas. Bahkan ia senang adanya perbedaan agama diantara kami, ia bilang itu semua adalah perbedaan yang membuat kita semua bisa lebih mengerti antara agama satu dan yang lainnya. Disusul Jihan, cewek jutek ini adalah cewek yang paling ditakuti dikelas, hihi. Sebenarnya ia engga jutek, ia hanya ingin orang-orang itu tak menggapnya rendah. Ia pernah menjadi juara kelas di kelasku. Kemudian ada Robbi, cowok ganteng yang playboy ini amat sangat memiliki sifat yang berlebihan, kalo kata anak-anak muda jaman sekarang sih “lebay” . Ya, dia dekat dengan banyak cewek di sekolah ini. Dan banyak pula yang kena perangkap rayuan mautnya, haha. Tapi ia mempunyai sifat solideritas yang tinggi. Segitu aja kali ya aku kenalin teman-teman dekatku, hihi.

Sekarang kenalan sama aku yuk, hihi. Namaku Sulis, nama panjangku Rahmania Sulis Al-Wardha. Bagus ya? Hihi. Aku pun telah berterima kasih pada Ibu dan Ayah yang telah menghadiahkan nama indah itu untukku. Aku terlahir di dunia ini tanggal 14 Februari 1995. Kata Ibu, aku lahir pada saat banyak orang-orang merayakan “Hari Valentine” . Pada tahunku yang kelima, aku bertanya-tanya pada Ibu, apa itu Valentine. Ibu hanya menjawab, “Suatu saat nanti, saat umurmu mulai dewasa, kamu akan tau apa itu Valentine. Ibu gak akan jawab itu sebelum kamu tau dengan sendirinya” . Ya dan sampai pada usiaku yang hampir menginjak 17tahun ini, aku sudah mengetahui apa itu Valentine. Tapi aku hanya mengetahui, belum memahami apa itu Valentine. Ah sudahlah, jangan bahas Valentine dulu, hihi.

Aku mempunyai hobi memasak dan menulis. Entah bagaimana cara menyatukan kedua hobiku itu. Tapi aku memang menggemari keduanya. Alasan ku menyukai memasak, pertama karena memasak itu adalah kemampuan yang harus dimiliki semua wanita. Benarkah itu? Kata Ibu sih begitu, hehehe. Kedua, memasak adalah awal dari kekayaan seseorang. Kenapa bisa begitu? Karena semakin pandai kamu merangkai makanan yang biasa menjadi makanan yang dapat bernilai tinggi. Sedangkan menulis, aku suka menulis karena gak butuh banyak uang untuk melaksanakannya. Hanya butuh satu lembar kertas dan satu buah pensil, eh lupa jangan lupa penghapus karetnya ya. Aku senang menulis apapun yang ku dengar, ku lihat, bahkan yang ada di mimpiku. Terkadang aku suka mengkhayal, membayangi namaku terpampang di sebuah Restaurant terkenal sebagai Master Chef. Tapi bersamaan dengan itu, namaku terpampang juga dibanyak toko-toko buku, menjadi penulis dengan buku terlaris, hehe. Apa salahnya mengkhayal? Mungkin itulah pintu gerbang dari kesuksesanku..

Sekarang waktunya ku kenalkan Steve. Seperti di awal tadi, aku sudah bilang Steve adalah anak baru di sekolahku. Nama panjangnya agak ribet ya, Robertinus Steven Simanjuntak. Gak ribet sih, mungkin aku masih asing dengan nama itu, hihi. Steve mempunyai sifat yang cenderung pendiam. Ah mungkin ia masih malu-malu karena belum terbiasa dengan suasana di sekolahku ini. Aku dan Mauren adalah orang yang paling dekat dengan Steve. Kalau dengan Mauren mungkin karena mereka memiliki agama yang sama. Steve memiliki mata yang bagus, berwarna coklat. Rambutnya rapi menunjukkan pribadinya yang menyukai kebersihan. Ia pun memiliki senyum yang indah, jujur aku menyukai senyuman itu, hihi.

***
“Maaf Lis, aku gak tau..” jawab Steve sambil menaruh kue bolunya yang ia bawa dari rumah.
“Gak apa-apa Steve, biasa aja kali, hehe...” jawabku santai
Steve menutup bekal makannya. Mungkin ia merasa bersalah padaku.

“Shalat yuk Lis....” kata Wisnu sambil menepuk pundakku
“Eh iya udah dzuhur ya Wis? Yuk, Jihan sama Robi mana?”
“Mereka udah duluan, yuk..” ajak Wisnu lagi
Aku pun mengambil mukena ku di dalam tas.
“Aku shalat dulu yaa Steve..” ujarku pada Steve Steve menggangguk.
Aku pun keluar kelas bersama Wisnu dan teman-teman yang lainnya untuk bergegas menyempurnakan hidupku, Shalat. Di masjid, aku segera menghampiri Jihan yang sedang mengantri mengambil air wudhu.
“Ih ninggalin aku sih..” kataku pada Jihan yang sedang melepas jilbabnya
“Hehehe abisnya tadi kamu lagi ngobrol asyik banget sama Steve. Aku gak enak ganggunya..” jawabnya sambil cengar-cengir Aku hanya tersenyum-senyum.

Seusai berwudhu. Aku melaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim. Aku shalat dulu ya....                                                                                                                                                                                                                


Setelah shalat, aku membereskan mukenaku dan memakai kembali jilbabku.
“Kayaknya Steve suka sama kamu deh Lis..” kata Jihan tiba-tiba.
“Apaan sih Han. Aku aja baru kenal dia..” jawabku santai
“Ketauan dari cara dia ngajak kamu ngomong, hehe..” lanjutnya Aku hanya tertawa-tawa dan meneruskan merapihkan jilbabku.

Kami berdua keluar dari masjid. Saat hendak memakai sepatu tiba-tiba saja Mauren menghampiriku.
“Hei, udah selesai shalatnya? Aku nungguin kalian, hehe..” sapanya ramah
“Udah kok Ren, yuk kita ke kantin..” jawab Jihan
“Eh aku mau ke kelas aja ya, aku kan lagi puasa. Hehehe..” jawabku sambil berdiri
“Iya Lis, aku ke kantin ya..” kata Mauren kemudian berlalu dariku.

Aku pun menuju ke kelas. Di perjalanan menuju kelas, aku ketemu sama Nindy. Ia sedang asyik bercengkrama dengan Ayas. Ketua Osis sekolahku. Jujur, sudah sejak lama aku memendam perasaan padanya. Aku menyukainya, entah ini sebatas suka atau ada perasaan lain. Sayang? Enggak. Aku masih belum memendam sayang padanya, belum ya, berarti suatu saat nanti mungkin saja sayangku sudah mengalir untuknya.

“Assalamualaikum Nindy, Ayas..” sapaku pada keduanya
“Waalaikumsalam Sulis...” jawab keduanya
“Lagi pada ngomongin apa? Kayaknya asyik banget..”
“Hehehe, engga kok Lis. Kita cuma lagi ngomongin buat persiapan Maulid Nabi bulan depan..” jawab Ayas

Oh iya aku, Nindy, Jihan, Wisnu dan Robi tergabung dalam Rohis di sekolahku. Ya, Rohani Islam. Setiap bulannya kami selalu mengadakan acara-acara bernuansa Islam. Seperti bulan ini, kami mengadakan bazar buku Islami di sekolah kami. Semua orang boleh datang, siapa pun tanpa di pungut biaya. Kecuali mereka yang membeli buku-bukunya. Aku bertugas sebagai sekertaris, Nindy bertugas sebagai ketua sedangkan Jihan, Wisnu dan Robi adalah anggota. Awal perkenalanku dengan Rohis ini adalah saat aku akrab dengan Nindy. Ia mengajakku untuk ikut Rohis, katanya Rohis itu mengasyikkan. Benar saja, menulis salah satu hobiku dapat tersalurkan disini. Aku sering mengisi mading Rohis, tentang semua tulisan-tulisanku entah itu puisi, cerpen apapun itu.

“Oh iya emang gimana rencananya buat Maulid Nabi nanti?” tanyaku pada Ayas
“Kita sih lagi ngomongin tentang lomba busana muslim, dan juga nanti kita adain bazar makanan. Dan masih banyak rencana-rencana lainnya, kamu ada ide Lis? Tapi nanti kita bakalan rapat kok buat ngomongin ini..” jelas Ayas
“Oke. Aku juga ada beberapa ide kok. Nanti aja di omongin kalo lagi ngumpul..” jawabku
“Okedeh. Yaudah deh Yas, aku ke kelas dulu ya. Yuk Lis..” kata Nindy sambil menarik tanganku.
“Iya. Nanti dikasih tau kalo ngumpul..” jawab Ayas
“Assalamualaikum..” kataku dan Nindy bersamaan
“Waalaikumsalam..” jawab Ayas
Aku dan Nindy pun berlalu.

“Kamu suka sama Ayas ya Nin?” tanyaku pada Nindy Nindy tertawa, “Hahaha engga kok Lis, kok kamu nanyanya gitu sih?” “Iya abis tadi aku ngeliat kamu ngobrol sama Ayas deket banget, hehe..” “Udah ah gak usah di bahas, masuk kelas aja yuk..” jawabnya santai

Dikelas, Steve masih duduk dengan kotak makan di depannya. Nindy duduk di tempat duduknya, tepat dibelakang tempat dudukku.
“Gak ke kantin Steve?” tanyaku pada Steve
Steve menggeleng, “Engga, hehe kan udah bawa bekal dari rumah..” jawabnya

Aku pun duduk di samping Steve. Bu Guru menyuruh Steve duduk disampingku. Walau baru beberapa hari mengenalinya, dia sudah cerita banyak padaku. Tentang keluarganya, bahkan tentang cewek yang pernah menemani hidupnya. Hahaha agak lebay sih, sebut aja mantan pacarnya. Dia pernah bercerita bahwa ia masih menyayangi mantan pacarnya itu, namanya Indah. Perbedaan agama yang memaksakan mereka untuk menyudahi hubungan yang telah dijalani, aku ingat Steve pernah menanyakan padaku tentang larangan berpacaran ditengah-tengah perbedaan agama.

“Apa agama adalah pengahalang terbesar dalam suatu hubungan? Haruskah memutuskan sesuatu yang telah dijalani dengan tulus?” tanyanya disuatu siang
Aku menjawabnya dengan santai, “Gak ada larangan kok antara satu manusia dengan lawan jenisnya untuk saling menyayangi. Tapi terkadang, gak semua yang kita inginkan itu berjalan sesuai kenyataan..”
“Aku sayang sama Indah! Tapi perbedaan agama yang memaksaku untuk memutuskan hubunganku..” katanya
“Jangan menyerah akan suatu masalah. Kamu akan nemuin masalah yang lebih besar dari masalah yang sekarang kamu anggep besar ini. Semua ada jalannya, kita di ciptain berpasang-pasangan. Jadi mungkin, kamu belum nemuin pasangan kamu sekarang ini dan mungkin Indah itu adalah salah satu orang yang beruntung bisa sempat menjadi pasanganmu walau akhirnya semuanya gak sesuai keinginanmu..” jelasku panjang lebar
Sejak percakapanku itu, Steve sekarang sudah hampir mengerti perbedaan agama dalam suatu hubungan itu.

“Kriiingggg...Kringg...” bel berdering.

Wisnu, Nindi, Mauren, Jihan, Robi beserta anak-anak lainnya masuk ke kelas. Ku duduk di tempat dudukku. Steve mengambil buku dari dalam tasnya dan menaruhnya di tas. Pelajaran terakhir hari ini adalah Food and Beverage . Bu Chatrine mengisi pelajaran ini. Oke aku siap menerima pelajaran terakhir di hari ini.. Selamat belajar kawan...

Bel berdering lagi menandakan waktunya pulang telah tiba. Cukup lelah menjalani hari ini.
“Pulang sama siapa Lis?” tanya Steve.
“Oh aku pulang sama Nindy. Kenapa Steve?”
“Emm, enggak sih. Aku cuma mau ajak pulang bareng aja..” jawabnya
“Lain kali ya Steve, aku duluan ya..” kataku sambil berjalan menyusul Nindy yang sudah keluar kelas duluan.
Steve masih tetap memperhatikanku sampai aku keluar kelas. Ada sesuatu yang tersembunyi dibalik tatapan Steve. Ah entah apa itu...

“Aku pulang sama Ayas Lis, maaf ya...” kata Nindy sesaat setelah aku berdiri disampingnya.
Ayas. Aku terdiam sebentar mendengar nama itu. Ada satu kata dihatiku, cemburu. Ya Allah jauhkan rasa cemburu ini...

“Oh gitu, yaudah deh Nin. Aku duluan ya..” jawabku kemudian berlalu meninggalkan Nindy.
Ketika mulai jauh, aku memperhatikan Nindy yang tengah menunggu Ayas di depan kelas. Ya Ayas pun datang, ia menghampiri Nindy. Ah aku ingin menangis menyaksikan itu. Nindy dan Ayas pergi dari depan kelas dan kemudian melangkah menuju parkiran. Mereka berdua kelihatan amat sangat dekat, apa mereka sedang menjalani suatu hubungan? Enggak. Aku tau Nindy, dia hanya ingin bersahabat dengan banyak cowok. Ia belum ingin menjalani masa-masa pacaran. Tapi apa semua ucapannya itu benar? Buktinya sekarang ia seperti sedang menjalani suatu hubungan sama Ayas. Entah ia ada hubungan dengan Ayas atau tidak, yang jelas aku cemburu... Ya Allah, buang rasa cemburu ini. Sadarkan aku, Ayas bukanlah siapa-siapa dalam hidupku...

Aku segera mengalihkan pandanganku. Aku mulai bingung ingin pulang sama siapa. Naik taksi? Ah mending naik angkot deh. Aku pun segera menyetop angkot di depan gang sekolah. 5 menit sudah ku berdiri dipinggiran jalan ini, akhirnya angkutan bewarna merah itu pun datang menjemputku.
Di angkot, handphoneku bergetar. Satu pesan dari Steve.
“Kamu cantik hari ini Sulis...”
Aku tersenyum-senyum tak berarti. Apa maksudnya sms ini? Ah dasar Steve.

Aku pun mengacuhkan sms itu. 10 menit perjalanan dari sekolah menuju rumahku. Aku pun turun dari angkot, dan kemudian masuk ke rumahku. Hihi, rumahku memang terletak di pinggir jalan raya, strategis. Aku pun langsung menuju kamarku untuk merebahkan badan ini. Jangan kaget ya, rumahku memang sepi. Ayah dan Ibuku bekerja. Keduanya seorang Guru, mereka baru pulang saat sore nanti. Jadi aku pun di rumah hanya berdua bersama mbak yang biasa membantu Ibu membereskan pekerjaan rumah.
Di kamar, ku lihat kalenderku.
“1 Februari 2012..”
Hem, 13 hari lagi ulang tahunku. Sweetseventeen ku, hehe. Ku rebahkan diriku dikasurku. Ku nyalakan kipas angin, ah penatnya hari ini. Aku pun tertidur. Di tidur, ku bermimpi ada seseorang yang menyatakan perasaan kagumnya pada diriku, tapi aku tak mengetahui siapa seseorang itu.

“Bangun Lis, udah sore. Mandi sana..” suara Ibu membangunkanku
Aku pun membuka mata dengan malas. Ingin rasanya aku berteriak, “Ibu, aku masih ngantukkk...” Hahaha. Aku segera duduk di kasurku. Mengumpulkan nyawaku yang hilang saat aku tertidur lagi,  ku ingat-ingat mimpiku tadi. Siapa seseorang itu? Apa mungkin Ayas? Ah tak lah, aku udah gak terlalu mengharapkannya. Entah siapa seseorang itu yang jelas itu hanyalah sebuah mimpi...

Aku segera bergegas mandi. Kemudian shalat maghrib berjama’ah bersama Ayah dan Ibu. Disusul makan malam. Ayah bertanya-tanya tentang sekolahku hari ini. Aku pun menceritakan semuanya termasuk rencana-rencanaku untuk peringatan maulid nabi tahun ini, tanggal 10 Februari nanti, tapi sekolahku merayakan peringatannya tanggal 14 Februari. Rencana ini belum aku salurkan dalam rapat rohis, tapi lebih baik ku salurkan pada Ibu dan Ayah. Aku berencana akan mengadakan lomba menulis puisi bertemakan islam dan yang menang akan mendapatkan hadiah khusus dariku karena tanggal 14 itu adalah hari jadiku yang ke tujuhbelas, hehe. Ayah dan Ibu menyetujui rencanaku itu. Ah semoga teman-teman yang lain pun setuju.
Ku cek handphoneku. Satu pesan dari Ayas, menyuruhku untuk ikut rapat besok hari. Ku tengok jam ternyata sudah hampir malam, pukul 21:00 . Aku pun bersiap untuk kembali tidur. Selamat datang dunia mimpi...

***
“Sulis bangun. Shalat subuh dulu yuk..” Ibu membangunkan ku yang tengah asyik mengarungi mimpi.

Aku pun bangun dan segera mengambil air wudhu. Ku siap mengawali pagiku ini. 4 sujudku untukmu Maha Agung...
Selamat pagi 2 Februari ! :D

“Sulis, jangan lupa nanti sebelum shalat dzuhur, kita rapat. Bilang ke yang lain ya..” kata Ayas kepadaku sesaat sebelum aku masuk ke kelas.
Aku mengangguk. Kemudian masuk ke dalam kelas.
Pagiku hari ini ku cukup menawan, Ayas orang pertama yang menyapaku di pagi ini. Aku kembali teringat lagi akan mimpiku kemarin, ada seseorang yang menyatakan rasa kagumnya padaku. Apakah Ayas orangnya? Entah...

“Pagi Sulis..” sapa Steve kepadaku saat aku duduk di kursiku
“Iya..” jawabku sedikit pelan

Pelajaran pertama hari ini Bahasa Indonesia. Bu Mirna masuk ke kelas dan pelajaran pun di mulai.. Bu Mirna adalah salah satu guru yang ku gemari, kepandaiannya merangkai kata-kata hingga membentuk suatu keindahan membuat ku terkagum-kagum pada semua hasil puisinya, aku banyak belajar dari Bu Mirna. 3 jam pagi ini di awali dengan pelajaran mengolah kata. Setelah itu, dilanjutkan pelajaran kepribadian. Dimana kepribadian kita dalam berbusana, berbicara, bersikap sopan santun amat sangat diperhatikan dalam pelajaran ini. Karena kami semua disini adalah calon-calon Chef yang mana harus memperhatikan kepribadian yang baik.

“Robi, nanti kita rapat rohis buat ngomongin acara Maulid tanggal 14 nanti..” kataku pada Robi sesaat setelah pelajaran kepribadian selesai
“14? Ulang tahun kamu kan Lis?” jawab Robi sambil duduk di sampingku
Aku menggangguk.
Sepertinya Steve mendengar percakapanku dengan Robi.
“Kamu ulang tahun tanggal 14 nanti?” tanya Steve padaku
“Iya, kenapa emangnya?” jawabku
“Wah enak ya. Lahirnya pas banget di hari Valentine..” katanya memancarkan senyuman indah miliknya
Aku tertawa-tawa. Kemudian berkata, “Hehehe, Valentine? Aku muslim Steve, aku gak ngerayain itu..”
Steve diam kemudian bertanya, “Orang islam gak boleh ngerayain Valentine? Kenapa?”

Robi menjawab pertanyaan Steve,
“Valentine itu hari kasih sayang ya? Bukankah kasih sayang itu gak mengenal hari? Mungkin itu hanya sebagai lambang aja, dan dalam agama Islam juga gak di wajibkan merayakan Valentine..”
“Oooooh, gitu ya...” jawabnya dengan mulut yang membentuk O

Ayas masuk ke kelas memanggilku, Nindy, Wisnu, Robi dan Jihan untuk mengadakan rapat. Aku pun segera memanggil Nindy dan Jihan yang sedang asyik bercanda di meja belakang. Dimana Wisnu?
“Wisnu dimana Robi?” tanyaku pada Robi
“Ke kamar mandi kali..” jawab Robi santai sambil membaca komik miliknya
“Nindy, Jihan yuk kita rapat. Udah di tungguin sama Ayas tuh..” kataku pada Nindy dan Jihan 
“Mau kemana Lis?” tanya Steve
“Mau rapat buat Maulid..” jawabku singkat lalu pergi.

Di luar kelasku, Ayas dan anak-anak rohis lainnya telah menungguku dan teman-teman yang lain.
“Yaudah yuk ke ruang rohis..” kata Ayas kepada semuanya.
Aku dan yang lain pun mengikuti Ayas menuju ruang rohis.
“Kamu pasti udah bikin rencana banyak ya buat acara Maulid nanti?” tanya Jihan kepadaku
Aku hanya tertawa-tawa tanpa menjawab.

Sesampainya di ruang rohis.
“Sekarang kita mulai aja ya rapatnya, ada yang punya usul gak buat acara Maulid tanggal 14 nanti?” tanya Ayas membuka rapat
“Aku. Aku rencananya pengen ngadain lomba nulis puisi islami Yas, terus juga aku nanti mau ngasih hadiah khusus buat pemenang, kan tanggal 14 itu aku ulang tahun. Gimana? Setuju?” kataku menjawab pertanyaan Ayas
Ayas menggangguk. Anak-anak yang lain pun menggangguk. Ya, ideku di setujui...


***
Pagi, 14 Februari 2011 . “Selamat ulang tahun Sulis..” pesan singkat dari teman-temanku meramaikan handphoneku.
Ya, hari ini usiaku 17 tahun. Terima kasih ya Allah sudah memberikan nafas hingga usiaku yang ke 17 ini. Selamat pagi dunia, selamat pagi Sulis.. Semoga hari ini menjadi harimu...

Semua persiapan telah selesai. Panggung acara telah di pasang dari kemarin, semua anak-anak yang beragama islam berpakaian muslim. Aku masih sibuk mengurusi semua persiapan untuk lomba menulis puisi islami..
“Loh? Kamu kok sekolah Steve?” tanyaku pada Steve yang sedang duduk di taman sekolah
“Emang gak boleh ya? Aku mau ngasih sesuatu buat kamu..” jawabnya
“Apa?”
“Nih..” katanya sambil menjulurkan kotak bewarna merah jambu.
Aku mengerutkan dahiku, “Ini apa? Buat aku?”
Steve menggangguk.
“Aku suka sama kamu Sulis, aku tau kita gak akan bisa pacaran. Aku cuma pengen jujur..”  katanya

Aku kaget,
“Ya ampun Steve. Terus ini maksudnya apa?” jawabku sambil menggoyang-goyangkan kotak merah jambu itu ditanganku “Selamat valentine. Eh salah selamat ulang tahun ya...” katanya memancarkan senyuman mautnya.
“Hahaha, makasih ya Steve. Oh iya ini hadiah ulang tahun kan? Bukan hadiah Valentine?” jawabku sedikit bercanda. “Iya, yaudah aku mau pulang dulu. Semoga sukses ya acaranya. Bye Sulis..” ujar Steve Aku menggangguk dan kemudian kembali ke tugasku.

“Ciyee dapet coklat nih...” goda Wisnu
“Apa sih, ini tuh hadiah ulang tahun. Bukan hadiah Valentine !” tegasku kemudian kembali ke ruangan lomba menulis puisi.

Acara hari ini berjalan lancar. Pemenang lomba menulis puisi pun telah di tentukan. Aku memberikan hadiah khusus kepada para pemenang.
“Sulis..” panggil Ayas
“Ada apa Yas?” jawabku
“Emm ini buat kamu. Selamat ulang tahun ya..” katanya sambil memberikanku sebuah bungkusan besar
“Haa? Buat aku?” tanyaku  dengan muka bingung.
“Iya, sini dulu deh aku mau ngomong..” katanya sambil menarik tanganku dan menyuruhku duduk.
Aku menurut.
“Sebenernya udah beberapa hari ini aku deket sama Nindy itu buat ngasih ini ke kamu. Dia bilang ke aku apa yang kamu suka. Dan ini kata Nindy, kamu suka banget sama beruang. Yaa aku beliin, sebagai hadiah ulang tahun kamu..”
Aku melongo.
“Aku pikir, kamu ada something sama Nindy...” jawabku dengan muka malu

Ayas duduk di depanku.
“Aku suka sama kamu Sulis. Udah sejak lama, tapi aku gak terbuka akan perasaanku ini, aku cuma cerita sama Nindy. Dia tau semuanya dan dia juga yang membantuku membelikan boneka ini..”
Aku tercengang. Aku kaget, tak tau mau bicara apa. Ya Allah, Ayas juga menyukai ku. Dan ternyata seseorang dalam mimpiku itu adalah Ayas. Aku diam, terpaku dalam kebingungan.

Tapi ternyata Steve melihat kejadian itu. Ia terdiam dan kemudian duduk. Aku meliriknya, ku lihat mukanya tampak sedih. Perasaanku jadi tak menentu, aku merasa telah melakukan kesalahan pada Steve. Aku ingin segera menghampiri Steve, aku pun menyudahi pembicaraanku dengan Ayas.
“Aku kesana sebentar ya Yas..”

Ku menghampiri Steve, ia menangis.
Ku panggil namanya,
“Steve..”
Steve menoleh. Matanya basah, seperti habis meneteskan air matanya. Ia menangis, ya Allah apa aku salah membuatnya menangis..
“Aku salah udah nyimpen rasa sama kamu, aku sadar aku gak akan pernah bisa pacaran sama kamu. Ayas lebih baik buat kamu..” katanya
“Gak gitu Steve, aku sama Ayas cuma temenan aja kok. Gak ada hubungan apa-apa. Aku bertemen sama siapa aja kok..” jawabku sambil duduk di sebelahnya
“Tapi aku gak salah kan kalo sayang sama kamu? Aku gak salah kan kalo aku suka sama kamu? Aku gak salah kalo aku kagum sama kamu?”
Aku terdiam.
“Aku dulu pernah bilang kan, tentang perbedaan agama. Mungkin lebih baik kita sahabatan. Lagian juga aku gak mau pacaran dulu, aku milih berteman sama siapa pun itu. Sama seperti halnya Ayas, aku gak berharap lebih sama dia, jujur aku memang menyukainya, tapi yasudahlah aku gak terlalu memikirkan perasaan itu..” kataku

Steve terdiam.
“Maaf udah suka sama kamu. Maaf udah berharap sama kamu..” dan kemudian berdiri.
“Gak ada yang salah kalo masalah perasaan Steve, kita tetep jadi sahabat. Jangan sedih ya, anggep aja masalah ini gak pernah ada..” ujarku pada Steve
“Yaudah Lis, tapi aku rasa kamu cocok sama Ayas. Aku tadi gak langsung pulang, aku lagi pengen ngeliat kamu ngapain aja di sekolah. Eh aku lihat kamu lagi berdua sama Ayas. Sedih, tapi yaudah aku pulang beneran deh sekarang, see u Sulis..” katanya kemudian berlalu
“Iya. Hati-hati dijalan ya..” kataku pada Steve.

Ayas masih menungguku ditempat yang tadi. Aku kembali menghampirinya.
“Abis ngapain?” tanya Ayas
“Nothing. Oh iya tadi kamu ngomong gitu maksudnya apa?”
“Gak ada maksud apa-apa. Aku cuma pengen kamu tau aja apa yang aku rasain ke kamu. Lagian juga aku gak mau pacaran karena dalam islam pun gak ada pacaran itu. Suatu saat nanti aku akan minang kamu. Aku kesana dulu ya..” katanya kemudian berlalu.

Aku masih mematung. Memikirkan perkataan Ayas tadi, ya Allah apa dia bersungguh-sungguh mengatakan seperti itu? Suatu saat nanti waktu akan menjawab semuanya.. Acara hari ini pun telah usai. Aku kembali ke rumah. Di rumah aku menelepon Nindy dan menceritakan semuanya. Ulang tahunku yang ke tujuhbelas ini sungguh berkesan, aku mendapatkan banyak hikmah dari semuanya. Dari mulai aku mendapat kejutan dari Steve yang menyatakan sayangnya padaku, namun pada akhirnya kami memutuskan untuk bersahabat. Kemudian Ayas, cowok yang aku sukai pun menyatakan perasaan yang sama padaku, tapi benar katanya islam tak mengajarkan pacaran. Aku bersahabat dengan semuanya.
Steve pun sekarang lebih mengerti adanya perbedaan di antara sesama manusia. Tapi lama kelamaan semua perbedaan itu terasa menghilang bersama semua senyuman yang terpancar dari kami semua.

Jumat, 17 Februari 2012

Maaf, aku menyayanginya bukan menyayangimu..

Derap jantung semakin menjadi-jadi. Helaan nafas berbaris entah kemana. Apa yang sedang terjadi pada diriku? Aku bingung. Hatiku tak menentu. Ketika memikirkannya, memikirkan ia yang bukan siapa-siapa dalam hidupku. Bukan kekasih, bukan musuh. Lebih tepatnya sahabat, oh bukan, ini lebih dari sahabat. Entah apa namanya, yang jelas hatiku terasa berbeda ketika mendengar namanya. "Clara" Tuhan, aku benar-benar tergila-gila akan makhluk ciptaanmu yang satu ini. Entah keajaiban atau takdir yang mempertemukan aku dengannya. Clara, Clara dan Clara....



***
"Bangun Tyo. Malu tuh sama ayam, hihi :).."


Satu pesan singkat dari Clara membangunkan tidurku dipagi ini. Aku hanya tersipu-sipu membaca pesannya yang sedikit membuatku gemas. Aku langsung menelefonnya..

"Eh, di telfon.." katanya dengan tawa kecil
"Hehe, makasih udah bangunin aku Clar. Aku mau mandi dulu ya, abis itu aku mau latihan band.." jawabku sambil bangkit dari tempat tidur.
"Oh iya Yo, kamu mandi dulu deh. Bau ih.."
"Awas kamu ya kalo nanti ketemu. Aku cubitin. Hahaha, yaudah aku mandi dulu ya Clar.."
"Okokk Tyooo. Bye, see u .."
"Too ya Clara.."
*Klik* Telefon ku sudahi.


Aku pun meletakkan telepon genggamku di kasur. Ada satu pesan dari kekasihku, Gessi. Aku mengabaikannya. Entah kenapa malas rasanya membaca pesannya, ah jangankan membacanya melihat namanya tertera di telepon genggamku pun enggan. Berbeda sekali ketika aku mendapat pesan dari Clara. Ada apa ini? Apa yang tengah terjadi Tuhan? Aku tak mengerti apa mau hatiku saat ini. Tuhan, aku harap engkau memberikan jawaban atas pertanyaanku itu..


10 menitku habiskan untuk bermanja-manja di kamar mandi, hahaha. Seusai mandi, ku lihat telepon genggamku, Gessi sudah mengirimi pesan yang isinya marah-marah. Ya pastinya, beginilah Gessi pacarku. Ia sebenarnya baik, ia menginginkan aku untuk selalu menemaninya. Tapi seharusnya dia berfikir, aku juga mempunyai banyak keperluan lain. Gak harus selalu memperhatikannya. Gessi, gadis berumur 16 tahun ini memang sangat manja.  Padahal usianya bisa di bilang ia sedang menginjak di masa menuju kedewasaan. Tapi selama 7 bulan ini aku berpacaran dengannya, aku sama sekali tidak menemukan tanda-tanda kedewasaan dari Gessi. Ia masih seperti bocah berumur 13 tahun. Bisa di bilang, hanya akulah yang mampu bertahan selama 7 bulan dengannya. Mantan pacar Gessi paling tidak hanya sanggup bertahan 1-3 bulan, itu pun sebenarnya di paksakan. Aku hanya bisa bersabar menghadapi semua sifatnya itu, aku menyadari itu. Seringkali aku marah, agar dia bisa lebih dewasa. Tapi itu malah membuatnya tambah kekanak-kanakkan.
Semua sifatnya itu berbanding terbalik dengan sifatku yang cenderung cuek. Tapi aku sendiri masih gak ngerti kenapa aku bisa bertahan 7 bulan dengan Gessi, gadis kekanak-kanakkan itu.

"Aku habis mandi Ges. Jangan marah-marah terus.."
Pesan singkat yang ku kirim pada Gessi.

Gessi tak membalas. Pasti ia sedang menggerutu disana, menyumpah serapahkan aku. Ya aku sudah bisa menebak-nebak itu, haha. Aku cuek bukan berarti aku gak peka ya..

"Latihan dmn Yo?" 


Pesan singkat dari Clara. Aku membalasnya,

"Biasalah, di depan gang situ Clar. Kenapa? Mau ikut? Hehehe :-) "


Aku memasukkan telepon genggamku di kantong jacketku. Ku ambil kunci motorku.

"Mah, aku latihan dulu.." ujarku pada Mamah yang tengah asik menonton televisi
"Yaudah hati-hati ya Yo.."

"Deeerrrttt.." getar handphoneku

"Hahaha, gak janji ya. Aku mau latihan badminton soalnya Yo.." 
Balasan dari Clara.

Aku pun mengabaikannya. Kemudian ku naiki motorku dan ku kendarai menuju tempatku berlatih band.
Aku mempunyai band bersama teman-temanku. Ada Irfan, Budi, Nino, Kiko . Mereka semua telah menungguku di lokasi latihan.
Lokasi tempatku latihan band, gak terlalu jauh dari rumahku. Gak sampai 10 menit, aku sudah memakirkan motorku di parkiran motor studio tempatku berlatih band ini. Aku pun masuk ke dalam studio. Ku sapa orang-orang yang ada disana, bukan sok akrab ya, aku memang mengenali hampir banyak orang disini.
Aku pun masuk ke studio 3. Dimana teman-temanku sudah menungguku disana. Dan..

Aku disambut oleh drum yang biasa ku pukul-pukul. Hahaha. Ya! Selamat Berlatih Tyo....



3 jam sudah aku bersama teman-temanku bermain didalam studio itu.
"Lo mau langsung pulang Yo?" tanya Irfan, vokalis bandku
"Mau ke rumah Gessi Fan, ngambek lagi ni cewek gue..." ucapku santai
"Hahaha, masih aja mau lo sama yang bocah gitu. Mending lu pacarin Clara gih. Dia demen ama lo udah lama kali Yo.."
"Ha? Gila lo! Udah ah gue caw dulu deh.." ucapku sambil berlalu meninggalkan kawan-kawanku.

Ku ambil handphoneku. Ku telepon Gessi..

"Halo.." suara Gessi terdengar sedang bete
"Aku otw ke rumah kamu say. Jangan bete lagi ya.." ucapku lalu menutup teleponku.

Aku sudah hafal sifat Gessi, aku pun mampir ke toko bunga. Ku memilih dua kuntum bunga mawar merah. Kemudian tiga kuntum mawar putih. Ku meminta penjual bunga untuk merangkainya.
Ya! Bunga sudah di tangan. Aku pun menyiapkan beberapa lembar uang dan membayarnya. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah Gessi.

20 menit kemudian. Aku tiba di depan rumah Gessi. Ku parkir motorku di depan rumahnya. Ku membuka gerbangnya yang tak di kunci, mungkin Gessi sudah tau bahwa aku akan ke rumahnya.

"Tyo, apa kabar.." sapa Bundanya Gessi menghampiriku
"Baik Bunda, Gessi ada ?" tanyaku
"Ada di dalam, masuk aja Yo.." jawab Bunda ramah.

Aku pun masuk dan ku lihat. Gessi, kekasihku yang kekanak-kanakkan itu sedang duduk santai di depan televisi. Aku menyembunyikan rangkaian bunga tersebut di tanganku yang ku taruh dibelakang.

"Tyo..." sapa Gessi dengan senyuman indahnya
"Iya sayang, nih buat kamu.." jawabku sambil memberikan bunga pada Gessi
"Hihi, makasih Tyo sayang.."
"Gak marah lagi kan?" tanyaku
Gessi menggeleng.

Bunda membuatkan segelas orange juice untukku.
"Makasih Bunda.." jawabku
Bunda tersenyum. Aku memang biasa memanggi Bundanya Gessi ini dengan sebutan "Bunda" karena beliau pun pernah bilang sendiri, beliau gak mau dipanggil "Tante" .___.

Handphoneku bergetar. Satu pesan dari Clara. Dan Gessi membacanya.
"Kamu dimana Yo? Main yuk. Bete nih aku. Aku ke rumah ya?" 


"Tuh.." kata Gessi dengan judesnya sambil melempar handphoneku ke sofa
"Ini Clara, temenku Ges, kamu tau kan?" jawabku tenang
"Iya aku tau.." ujar Gessi dengan muka marah

Aku diam. Gessi diam. Kami berdua terpaku dalam diam. Tak ada kata, tak ada senyum. Apa aku salah bersahabat dengan Clara? Aku nyaman berada di dekatnya. Gak seperti ini. Ah aku bingung tentang perasaanku sendiri! Aku pun memberanikan diri untuk mencairkan suasana.

"Masih mau marah?" tanyaku tanpa menatap Gessi
Gessi diam.
"Jawab aku! Jangan kayak anak kecil kenapa sih.."
Gessi tetap diam
Aku terpancing emosi.
"Terserah kamu lah ya Ges, aku cukup sabar sama kamu. Kalo kamunya over gini, mending udahan!" kataku sedikit kencang, untung Bunda tak mendengarnya
"Kamu jahat! Kamu pulang sekarang!" jawab Gessi
"Oke aku pulang! Fine! Jangan hubungi aku kalo kamu masih kayak gini!" jawabku kemudian berlalu meninggalkannya

Di depan rumah, ada Bunda.
"Bunda, aku pulang dulu ya. Disuruh pulang sama mamah.." kataku sambil mencium tangannya
"Iya Tyo, hati-hati ya..." jawab Bunda

Aku segera mengemudikan motorku dengan kesal. Apa aku salah? Aku hanya ingin ia tidak terlalu over. Ah entah lah, sepertinya tadi setan telah merasuki batinku hingga aku mampu berkata seperti itu. Biarlah, aku sudah lelah menghadapi sifatnya..
Aku pun tiba di depan rumahku, ku lihat di garasi. Ada sepeda milik Clara. Pasti ada dia di dalam.
Aku langsung masuk ke dalam rumah dan benar saja. Clara sudah duduk di sofa.

"Eh Clar.." sapaku sambil menghampirinya
"Eh iya Yo, gimana sama Gessi?" tanyanya
"Gk ada hubungan lagi. Gak usah dibahas Clar.."
"Kenapa?"
Aku menggeleng dan kemudian duduk di sofa.

"Semua yang aku lakuin salah di mata dia Clar. Bahkan bersahabat sama kamu aja dia marah.." ujarku pelan
"Haaa? Jadi ini gara-gara aku Yo?" jawab Clara
"Gak, bukan salah kamu. Ini tuh emang dianya aja yang terlalu over!"
"Aku ngerti perasaan dia Yo, dia takut kehilangan kamu. Aku cewek, bisa rasain apa yang dia rasain.."
"Tapi gak harus berlebihan gitu Clar. Kamu gak usah ngerasa bersalah gitu dong.."

Clara menangis.
"Maaf kalo aku terlalu deket sama kamu Yo.." ucapnya
"Kok minta maaf sih Clar? Ya ampun kenapa jadi kayak gini sih! Kamu gak salah Clara..." jawabku mendekat ke Clara
"Apa lebih baik kita gak usah sahabatan lagi? Biar kamu sama Gessi gak berantem terus Yo?"
"Clara! Berhenti ngomong gitu. Kamu gak salah, gak ada yang salah! Dan jangan merasa salah gitu.." jawabku sambil menggenggam tangan Clara

Tanpa sadar. Aku memeluk Clara..
"Please, kamu jangan nangis. Aku sayang sama kamu Clara..." ujarku
Clara melepaskan pelukanku.
"Ha? Kamu sayang sama aku?" tanyanya heran

Aku menggangguk. Entah ini sadar atau tidak. Aku merasa lega di hatiku. Semuanya telah ku ucap hanya dalam waktu beberapa detik saja. Gessi, maafkan aku menyayanginya...

"Jujur, aku sayang sama kamu Clar. Kamu yang bisa bikin aku nyaman. Aku tenang kalo ada di deket kamu. Semuanya beda, semuanya gak kayak yang aku rasain kalo aku sama Gessi. Hati aku gak bisa bohong Clar.." jelasku sambil menatap matanya

"Kamu salah udah sayang sama aku Tyo. Gessi amat sangat sayang sama kamu.." jawab Clara dengan muka tertunduk

"Tapi gimana sama perasaan aku Clar? Aku jujur disini. Aku sebenernya gak nyaman sama Gessi, tapi aku selalu berusaha bertahan sama dia. Dan sekarang aku bener-bener gak bisa bohong kalo aku emang sayang sama kamu, bukan Gessi.."

"Jadi ini kejujuran dari kamu?" terdengar suara Gessi di belakangku

Aku terdiam. Clara pun terdiam.

"Tyo, maafin aku ya udah over sama kamu. Aku sadar kok semua yang aku lakuin itu bodoh di mata kamu. Maaf, aku cuma bingung gimana caranya biar kamu tau kalo aku bener-bener sayang sama kamu. Tapi ternyata kamu gak menyayangi aku seperti halnya aku yang selalu menyayangimu.." jelas Gessi sambil duduk di sampingku

"Kamu kok ada disini?" tanyaku pada Gessi
"Gausah tanya bagaimana caranya aku bisa ada disini, yang terpenting sekarang aku udah tau kejujuran dari kamu.."
"Maafin aku Ges, aku gak ada maksud buat mainin perasaan kamu atau gimana. Aku cuma gamau kamu terlalu over.."
"Tapi tadi kamu bilang, kamu nyaman sama Clara. Kamu sayang sama dia. Oke aku mundur kok.." katanya sambil berlalu

"Gessi.." panggil Clara lalu menghampiri Gessi
"Aku gak ada maksud buat ngancurin hubungan kamu sama Tyo.."
"Gak apa-apa kok Clara. Lagian juga percuma kalo di lanjutin. Tyo sayangnya sama kamu bukan sama aku. Semoga bahagia ya.." kata Gessi
"Tapi Ges.."
"Sayangin Tyo seperti Tyo sayang sama kamu ya Clar. Aku pulang dulu.." jawabnya sambil berlalu tanpa menoleh ke belakang.

Aku tertunduk. Tuhan, apa aku salah? Aku merasa telah menyakiti perasaan Gessi. Tapi aku tak bisa memungkiri jikalau aku menyayangi Clara...
Clara pun akhirnya jujur akan perasaannya, ya sebenarnya ia juga mempunyai perasaan yang sama sepertiku. Tapi ia berpikir, jika mereka menjalin suatu hubungan Gessi akan merasakan sakit. Ya Clara gak mau ada yang tersakiti.. Meskipun aku tau, Gessi menyimpan sakit yang teramat dalam di hatinya.
Maafkan aku Gessi...

Pada akhirnya aku dan Clara hanya bersahabat. Tapi tak bisa sedekat dulu..
Aku dan Gessi pun masih masih berkomunikasi walau jarang...
Aku lega. Tuhan telah menjawab semua pertanyaanku. Aku menyayangi Clara....