Rabu, 21 Maret 2012

Kekasih Untuk Kakakku


Kekasih Untuk Kakakku

“Bukankah kamu dulu pernah berjanji, akan selalu menemani setiap derai air mata bahagiaku?”
Semua janji itu terasa tinggal angan yang tak akan mungkin sanggup untuk ku gapai. Kamu tau aku mengharapkanmu? Kamu tau aku menyayangimu? Kamu pun tau bahwa aku tak ingin yang lain! Hanya kamu, tapi kenapa kini kau buang semua. Kau hempas semua janji-janjimu. Aku masih ingat saat pertama kamu menanyakan jawaban hatiku atas pertanyaan hatimu. Aku masih ingat saat pertama kali kamu eratkan jemari-jemarimu di sela jemariku, kamu tau? Aku tak mudah membuang semua itu. Meskipun aku tau, kamu tak akan ingat atas semuanya. Aku pun masih mengingat saat perkenalan kita, ya cuma itu satu-satunya cara untuk mengobati rasa rindu yang tak kunjung berbalas ini. Entah bodoh ataupun tolol, aku masih merindukanmu. Akankah kamu kesini, kembali padaku dan bawa balasan rindu untukku? Aku menunggumu, masih menunggu. Walaupun aku merasa tak pernah ditunggu. Tapi tak apa, bukankah semua ketulusan tak melulu berbalas ketulusan pula? 

Aku ingat saat kemunafikanmu terungkap. Malam itu, ada satu pesan singkat di handphoneku. Dari Aldy, kekasihku.
“Sayang kamu dimana? Bisa ketemu malam ini?”
Dengan senyum merekah, aku membalas pesannya.
“Bisa, kamu jemput ke rumah ya?”
5 menit kemudian balasan datang.
“Aduh maaf, kita ketemu di Restaurant kita yang biasa makan aja ya? Jam 8“
Dengan menghela nafas kecewa aku membalas pesannya.
“Yaudah, see you :*
“See you too”

Aku segera membuka lemari, melihat koleksi dress malamku. Kira-kira malam ini Aldy memakai baju apa ya? Aku segera mengira-ngira. Ya! Aku langsung mengalihkan pandanganku ke dress warna putih berpayet pink itu. Aku segera mengeluarkannya dari lemariku dan menaruhnya di kasur. Ah malam ini aku harus tampil spesial, karena jarang-jarang Aldy mengajak pergi mendadak seperti ini. Pasti dia ingin memberikanku hadiah. Ya! Aku yakin itu. Dengan senyum sumringah aku keluar kamar dengan bersenandung kecil.
Mama tengah asyik menonton tayangan gosip di televisi.
“Mah, Kak Riska sampe Jakarta jam berapa?” tanyaku kemudian duduk disamping Mama.
“Katanya sih nanti malem jam 8-an. Tapi katanya dia nanti mau ketemu sama calon tunangannya dulu, jadi gak langsung ke rumah..” jawab Mama.
“Haa? Tunangan? Sama Rudi itu mah?” aku kaget
Mama menggeleng.
“Oh iya mah, nanti malem aku mau pergi Aldy..”
“Mau makan? Dimana?”
“Di tempat biasa mah, boleh ya?”
“Iya, sayang. Asal jangan kemaleman aja ya..” jawab Mama.

Aku segera berlalu dari Mama, dan kembali lagi ke kamarku. Aku duduk dan mengambil handphoneku. Niatnya mau telepon Aldy, tapi aku mengurungkan niatku. Ya aku pendam sejenak rindu ini, rindu akan suaranya. Karena nanti malam semua rindu ini akan terbayar lunas. Aku berkali-kali menengok ke arah jam, ingin rasanya aku percepat waktu ini. Beberapa lama aku menunggu, akhirnya adzan magrib pun terdengar. Aku segera mandi dan bergegas mengambil air wudhu, seusai sholat, aku berdoa untuk kelanggengan hubunganku dengan Aldy. Tuhan, aku benar-benar menyayanginya, jadikan dia yang terakhir dalam hidupku. Amin.
Aku segera bersiap mengenakan dress putihku, dress putih selutut ini amat anggun. Semoga Aldy suka penampilanku malam ini, ku ambil wedgesku, warna merah muda. Ku pandangi sekali lagi wajahku di cermin, takut ada yang terlupa. Ku poles lagi sedikit blash on di pipiku.
“Cantik..” gumamku di depan kaca. Ku lemparkan senyuman terakhirku di kaca, kemudian segera keluar kamar.

“Maa, aku berangkat ya..” kataku pada Mama yang sedang duduk di ruang tamu.
“Di jemput Aldy?” tanya Mama.
“Enggak mah, langsung ketemu disana. Aku naik taksi aja, aku berangkat ya..” kataku sambil mencium tangan Mama dan kemudian segera keluar, karena taksi yang sudah ku telepon sebelumnya sudah menunggu.

“Pak, Resto Mawar ya..” kataku pada Pak supir.
Pak supir pun langsung menginjak gas dan langsung mengendarai taksi.
Aku mengirimi pesan untuk Aldy.
“Aku otw ya, di meja nomer berapa?”
Aldy membalas.
“18”

Singkat, padat tapi lumayan jelas. 15 menit kemudian taksi berhenti di depan Resto Mawar, aku segera membayar tarif taksi dan langsung menuju ke dalam Resto. Aku menuju meja nomor 18, ada Aldy di situ dan dia bersampingan dengan wanita. Siapa? Wanita itu duduk di depan Aldy, aku melihat punggungnya, rambutnya sebahu, lurus, sepertinya aku kenal siapa wanita itu. Aku segera menghampiri Aldy. Aldy langsung berdiri dan menyambutku, aku menoleh ke arah wanita di depan Aldy.

“Kak Riska?! Ngapain disini sama Aldy?” tanyaku dengan muka setengah kaget.
“Kamu ngapain disini?” Kak Riska balik bertanya.

Aku duduk, diam, kemudian ingat kata Mama selagi tadi sore kalau Kak Riska akan bertemu calon tunangannya malam ini pukul 8, dan sekarang dia bersama Aldy, kekasihku. Apa mungkin Aldy adalah calon tunangan Kak Riska? Aku menahan air mataku.
“Ini ada apa, Dy?” tanyaku pada Aldy.
Aldy memegang tanganku.
“Maafkan aku Risna, aku gak bermaksud untuk nyakitin kamu. Harusnya aku jujur dari awal, kalau aku sudah memiliki kekasih, Riska..”
Aku kaget, 
“Ini kakakku, Dy! Dia kakak kandungku!”
Kak Riska menggenggam tangan kiriku,
“Kakak sama sekali gak tau, kalau Aldy ini pacar kamu, dek..”
Ku hempaskan tanganku dari genggaman Kak Riska, ku tarik nafas perlahan. Ku coba tahan air mataku yang mulai menetes.

“Gak lama lagi, aku akan ngadain acara pertunangan sama Riska. Dan aku nyuruh kamu ke sini, ingin menyelesaikan hubungan kita, Risna. Maafin aku..” kata Aldy berlutut.

Tanpa menunggu waktu, aku langsung berdiri dan meninggalkan Kak Riska dan Aldy. Aldy, sungguh amat menyakitkan saat aku tau bahwa kamu telah lebih dulu menjalani hubungan dengannya, kakak kandungku. Tapi aku tak boleh egois, kalau memang Kak Riska berhak mendapat kebahagiaan dari Aldy, aku akan merelakannya. Walaupun berat , aku harus menerima.
Malam ini, acara pertunangan itu di langsungkan. Aku enggan hadir, aku memilih untuk berdiam diri, disini, di kamarku. Ku tuliskan semua sakit yang dulu ku rasakan, walaupun aku tau semua itu percuma.
Sekarang Aldy dan Kak Riska sudah bahagia. Kak Riska meminta maaf, aku memaafkannya. Meskipun sebenarnya hati kecilku belum memaafkan. Maafkan aku kak, ini teramat sakit. Butuh waktu lama untuk menyembuhkannya, bukannya berlebihan aku berbicara sesuai kenyataan.
Aldy pun meminta maaf padaku, sama seperti Kak Riska. Aku memaafkannya, masih ada sedikit kesal tapi bukan karena ia telah bertunangan dengan kakakku. Melainkan karena kepandaiannya menyimpan kemunafikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar