Ini bukan sesuatu yang mudah. Menerima kenyataan ini,
kenyataan pahit dalam hidupku. Kehilangan seseorang yang amat sangat ku cintai,
seseorang yang amat sangat ku sayangi. Kenapa semuanya harus tertutup
kebohongan? Kenapa aku baru mengetahui semuanya saat ia telah sampai diujung
waktunya? Apa semuanya senang melihat aku kehilangan? Apa semuanya berbahagia
melihatku bersedih? Tuhan, beri aku jawaban.
Apa setelah kepergiannya aku akan mendapatkan sosok yang lebih baik
darinya? Kalaupun iya, aku tak yakin akan ada yang lebih baik darinya. Karena,
dialah yang terbaik untukku..
***
Suatu pagi, di dalam kelas.
Suatu pagi, di dalam kelas.
“Hei, Rani ya?” sapa seorang
cowok yang memiliki tinggi lebih dariku.
Sepintas aku pun menoleh, “ya? ada apa ya?”
Cowok itu menampakkan senyumannya, “aku Bayu, anak kelas 2 IPA 1..”
Sepintas aku pun menoleh, “ya? ada apa ya?”
Cowok itu menampakkan senyumannya, “aku Bayu, anak kelas 2 IPA 1..”
Aku masih terpaku dan diam. Aku
tak mengerti kenapa cowok ini menyebutkan namanya, padahal aku sama sekali tak
menanyakan siapa namanya. Ah tapi cowok ini lumayan tampan. Tapi apa maksud dia
datang menghampiriku ya?
“Hei?” katanya lagi sambil
menggoyang-goyangkan tangannya di depan mukaku.
“Eh iya, kak. Ada apa ya, kak? Kok ke kelas aku?”
“Aku mau kenal kamu, boleh? Oh ya, ke sana yuk?” katanya sambil menunjuk ke arah pameran yang sedang dilangsungkan di sekolahku.
“Eh iya, kak. Ada apa ya, kak? Kok ke kelas aku?”
“Aku mau kenal kamu, boleh? Oh ya, ke sana yuk?” katanya sambil menunjuk ke arah pameran yang sedang dilangsungkan di sekolahku.
Aku diam, kemudian menatap
wajah Kak Bayu yang sedikit memohon agar aku mau menuruti ajakannya. Dan
akhirnya, aku mengangguk. Kak Bayu tersenyum lebar, kemudian meraih tanganku.
Ah kenapa ia begitu bersemangat, aku yang sedikit risih lalu melepaskan
tanganku dari genggamannya.
“Eh, maaf ya. Aku terlalu
seneng sih..” katanya.
“Iya, gak apa-apa, kak..” jawabku lalu berjalan disampingnya.
“Iya, gak apa-apa, kak..” jawabku lalu berjalan disampingnya.
Ah kenapa hatiku jadi
berdebar-debar seperti ini. Rasanya aku menjadi salah satu cewek beruntung yang
bisa berjalan disamping Kak Bayu ini. Ia nampak begitu keren dengan sepatu
sportnya. Ia nampak begitu mempesona dengan senyumannya yang indah itu. Ah
rasanya masih banyak pujian yang harus ku lontarkan kepadanya. Tapi aku tau tak
ada manusia yang sempurna, maka dari itu ia adalah sosok yang mendekati
sempurna dengan keindahan yang dimilikinya.
“Mau makan apa, Ran?” tanya Kak
Bayu.
“Terserah kakak aja..” jawabku.
“Terserah kakak aja..” jawabku.
Akhirnya Kak Bayu mengajakku
duduk di kantin dan ia memesan makanan.
“Hmm, aku mau ngomong sama kamu, Ran. Boleh?” katanya dengan nada yang sedikit serius.
“Ini daritadi kan ngomong sama aku, kak?”
“Aduh jangan panggil kakak. Panggil Bayu aja, ya?”
“Ya tapi kakak kan kakak kelas aku?”
“Cuek aja, oke? Kita juga kan Cuma beda satu tahun, Ran..”
“Jadi aku manggilnya Bayu aja?”
“Iya, eh kamu cantik banget sih..” katanya lagi dan kali ini benar-benar membuat jantungku berdetak tak menentu. Entah apa yang kurasakan.
“Hmm, aku mau ngomong sama kamu, Ran. Boleh?” katanya dengan nada yang sedikit serius.
“Ini daritadi kan ngomong sama aku, kak?”
“Aduh jangan panggil kakak. Panggil Bayu aja, ya?”
“Ya tapi kakak kan kakak kelas aku?”
“Cuek aja, oke? Kita juga kan Cuma beda satu tahun, Ran..”
“Jadi aku manggilnya Bayu aja?”
“Iya, eh kamu cantik banget sih..” katanya lagi dan kali ini benar-benar membuat jantungku berdetak tak menentu. Entah apa yang kurasakan.
Pesanan makanan kami berdua pun
datang, tapi kali ini agak aneh. Aku hanya diberikan satu piring kosong,
bersih. Aku menaikkan alisku.
“Kok kosong?” kataku sedikit pelan.
“Coba kamu balik deh piringnya..” kata Bayu.
“Kok kosong?” kataku sedikit pelan.
“Coba kamu balik deh piringnya..” kata Bayu.
Aku pun segera membalik piring
yang ada di depanku dan apa yang ku lihat. Terdapat tulisan disitu. Tulisannya,
“Wanna be my girlfriend?”
Aku tersentak, aku bingung apa yang harus ku lakukan sekarang. Aku masih terpana melihat deretan tulisan yang ada dibalik piring ini.
Aku tersentak, aku bingung apa yang harus ku lakukan sekarang. Aku masih terpana melihat deretan tulisan yang ada dibalik piring ini.
“Ini maksudnya apa?” tanyaku
dengan penuh rasa penasaran.
“Itu buat kamu..”
“Dari siapa?”
“Yang sekarang ada dihadapanmu siapa?”
“Kamu..”
“Ya berarti dari aku untuk kamu..”
“Serius?”
“Enggak, ini bercanda. Seriusnya yang ada dibelakang kamu tuh..”
“Itu buat kamu..”
“Dari siapa?”
“Yang sekarang ada dihadapanmu siapa?”
“Kamu..”
“Ya berarti dari aku untuk kamu..”
“Serius?”
“Enggak, ini bercanda. Seriusnya yang ada dibelakang kamu tuh..”
Aku segera menoleh ke
belakangku dan ternyata teman-teman Bayu dan teman-temanku berdiri berderet
membawa kertas yang bertulisan satu huruf, semua huruf itu digabungkan dan satu
kalimat pun terbaca. Sama seperti apa yang ada dibalik piring tadi. Lalu dengan
serentak mereka semua berteriak.
“Rani, terima Bayu ya...”
Aku benar-benar terkejut
melihat semuanya. Aku benar-benar tak mengira kalau semuanya harus seperti ini.
Mataku masih terpaku melihat deretan huruf-huruf itu. Bayu menyadarkanku.
“Hei, wanna be my girlfriend?”
ia mengulanginya lagi.
“Kita baru kenal, Bayu. Kenapa secepat ini? Kamu belum tau siapa aku, begitu pula kamu..”
“Aku gak mau terlambat. Sudah sejak lama aku menyukaimu, aku memandangimu, namun belum tercetus niatku untuk mengungkapkan semuanya. Dan aku rasa aku tak ingin lagi terlalu lama memendam perasaan yang menyiksa ini. Aku menyayangi kamu, Rani..”
“Kita baru kenal, Bayu. Kenapa secepat ini? Kamu belum tau siapa aku, begitu pula kamu..”
“Aku gak mau terlambat. Sudah sejak lama aku menyukaimu, aku memandangimu, namun belum tercetus niatku untuk mengungkapkan semuanya. Dan aku rasa aku tak ingin lagi terlalu lama memendam perasaan yang menyiksa ini. Aku menyayangi kamu, Rani..”
Aku melihat ketulusan terpancar
dari mata milik Bayu. Lalu aku menoleh ke arah teman-temanku. Dan teman-temanku
terus berteriak agar aku menerima Bayu. Dan akhirnya dengan kesungguhan hati,
aku pun menganggukkan kepalaku.
“Kamu terima aku, Ran?”
“Iya, Bayu..”
“Iya, Bayu..”
Semua teman-temanku dan teman-temannya
Bayu pun berteriak kegirangan. Bayu pun memelukku.
“Aku sayang kamu, Rani..”
bisiknya ditelingaku.
“Aku juga sayang kamu, Bayu..”
“Aku juga sayang kamu, Bayu..”
***
Hari demi hari, bulan demi
bulan kami lewati bersama. Kasih sayang ini terus bertambah. Entah kenapa Bayu
terus menerus memanjakanku, ia terus menerus melakukan hal-hal yang membuatku
terkagum-kagum dan membuatku sulit melupakan semuanya. Terlebih saat Bayu
mengajakku untuk bertemu keluarga besarnya.
“Sayang, kamu dimana?” Bayu meneleponku.
“Di rumah, kenapa?”
“Malam ini ada acara? Aku mau ngajak kamu makan malam sama keluarga aku..”
“Jam berapa, sayang?”
“Jam 7 aku jemput ya?”
“Oke, sayang. See u ya..”
“Bye, love you..”
“Love you too, Bayu..”
Klik.
Malam ini aku harus berdandan
yang istimewa agar keluarga besar Bayu senang melihatku. Aku membuka lemari
pakaianku lalu mengambil dress kesayanganku. Aku sangat menyayangi dress ini,
ini pemberian dari Ayahku. Dan aku akan menggunakan ini untuk acara nanti
malam.
Pukul 7 malam.
“Assalamualaikum..” terdengar suara Bayu dibalik pintu depan rumahku.
“Waalaikumsalam..” aku menjawabnya lalu segera membukakan pintu.
“Assalamualaikum..” terdengar suara Bayu dibalik pintu depan rumahku.
“Waalaikumsalam..” aku menjawabnya lalu segera membukakan pintu.
Bayu masuk ke rumahku lalu
bersalaman dengan kedua orang tuaku, kemudian meminta izin untuk mengajakku ke
rumahnya. Karena sebelumnya aku sudah bilang kepada Ayah dan Ibu kalau malam
ini aku akan ke rumah Bayu, akhirnya Ayah dan Ibu pun mengizinkanku untuk pergi
bersama Bayu malam ini.
“Bu, Yah, Rani pergi dulu ya..”
kataku kemudian mencium tangan Ayah dan Ibu.
Bayu pun melakukan hal yang sama.
Bayu pun melakukan hal yang sama.
Aku langsung masuk ke dalam
mobilnya Bayu, di dalam mobil aku melihat wajah Bayu tak seperti biasanya. Ia
nampak sedikit pucat.
“Kamu sakit ya?” tanyaku sambil
mengelus pipinya manja.
Bayu menoleh lalu menggenggam tanganku, “mana mungkin aku sakit kalau mau makan malam sama kamu..”
Tapi tatapan matanya menandakan kalau ia sedang dalam kondisi yang kurang baik. Aku sedikit khawatir melihat kondisinya. Karena melihat wajahku yang sedari tadi khawatir akan kondisi Bayu, ia pun meyakinkanku kalau ia baik-baik saja.
Bayu menoleh lalu menggenggam tanganku, “mana mungkin aku sakit kalau mau makan malam sama kamu..”
Tapi tatapan matanya menandakan kalau ia sedang dalam kondisi yang kurang baik. Aku sedikit khawatir melihat kondisinya. Karena melihat wajahku yang sedari tadi khawatir akan kondisi Bayu, ia pun meyakinkanku kalau ia baik-baik saja.
Setelah beberapa lama di dalam
mobil tiba-tiba saja aku melihat tetesan darah menetes dari hidungnya. Aku
segera mengambil tissue yang ada didalam tasku, lalu segera mengusapkannya ke
hidungnya. Bayu meraih tanganku yang tengah berusaha membersihkan darah yang
terus menetes dari hidungnya.
“Kamu kenapa, sayang? Kalau
emang kamu sakit, tolong bilang ke aku..” kataku kemudian menangis.
“Aku cuma kecapekan, sayang. Aku baik-baik aja selama ada kamu disamping aku..”
“Tapi hidung kamu berdarah terus daritadi..” air mataku semakin menjadi.
“Aku cuma kecapekan, sayang. Aku baik-baik aja selama ada kamu disamping aku..”
“Tapi hidung kamu berdarah terus daritadi..” air mataku semakin menjadi.
Bayu menggenggam tanganku.
“Jangan nangis ya? Ini cuma mimisan biasa aja kok, gak lebih. Jangan nangis dong..”
“Iya, janji ya kamu jangan sakit..”
“Iya sayang..”
“Jangan nangis ya? Ini cuma mimisan biasa aja kok, gak lebih. Jangan nangis dong..”
“Iya, janji ya kamu jangan sakit..”
“Iya sayang..”
Untunglah darah yang menetes
dari hidungnya sudah berhenti. Tenanglah hatiku, ya Allah tolong jauhkan orang
yang kusayangi ini dari segala macam penyakit..
Sesampainya di rumah Bayu.
“Kamu cantik sayang..” kata
Bayu kemudian mengecup keningku sebelum turun dari mobil.
“Ah kamu bikin aku malu aja deh..”
“Bener kok, ya, udah yuk turun kasian tuh keluarga aku udah gak sabar mau liat kamu..”
Aku dan Bayu pun turun dari mobil, Bayu menggandeng tanganku. Wajahnya masih terlihat pucat, mungkin karena tadi darah yang menetes dari hidungnya lumayan banyak.
“Ah kamu bikin aku malu aja deh..”
“Bener kok, ya, udah yuk turun kasian tuh keluarga aku udah gak sabar mau liat kamu..”
Aku dan Bayu pun turun dari mobil, Bayu menggandeng tanganku. Wajahnya masih terlihat pucat, mungkin karena tadi darah yang menetes dari hidungnya lumayan banyak.
Saat masuk ke rumahnya Bayu, aku melihat keluarga besarnya sudah duduk di meja makan yang lumayan besar. Mama Bayu menghampiriku ramah.
“Oh ini yang selalu diceritain
Bayu. Ayo duduk disini, Rani..” kata mamanya.
Aku pun duduk di kursi yang telah disediakan untukku. Bayu duduk disampingku. Keluarga ini sangat ramah dan hangat. Kami makan bersama, lalu setelah makan kami bergurau ria. Tapi di sela-sela perbincangan kami, Bayu meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Perasaanku tidak enak, akhirnya aku mengikutinya. Dan ternyata aku lihat Bayu tengah membersihkan darah yang keluar dari mulutnya. Apa yang terjadi pada diri Bayu? Kenapa ia mengeluarkan darah terus menerus? Apa dia sakit? Kenapa dia tak memberitahuku? Aku yang tak tahan melihat kondisi Bayu, langsung menghampirinya. Bayu yang kaget ketika melihat aku ada disampingnya, langsung buru-buru menyiram darah yang ada dilantai kamar mandi.
Aku pun duduk di kursi yang telah disediakan untukku. Bayu duduk disampingku. Keluarga ini sangat ramah dan hangat. Kami makan bersama, lalu setelah makan kami bergurau ria. Tapi di sela-sela perbincangan kami, Bayu meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Perasaanku tidak enak, akhirnya aku mengikutinya. Dan ternyata aku lihat Bayu tengah membersihkan darah yang keluar dari mulutnya. Apa yang terjadi pada diri Bayu? Kenapa ia mengeluarkan darah terus menerus? Apa dia sakit? Kenapa dia tak memberitahuku? Aku yang tak tahan melihat kondisi Bayu, langsung menghampirinya. Bayu yang kaget ketika melihat aku ada disampingnya, langsung buru-buru menyiram darah yang ada dilantai kamar mandi.
“Kamu kenapa? Itu darah apa?
Kamu sakit? Cerita sama aku..” kataku sambil menahan air mataku.
Bayu menggandengku ke belakang rumahnya. Ia hanya berkata kalau ia kelelahan dan kurang tidur, tapi apakah separah ini? Ah semoga tak terjadi apa-apa pada dirinya. Bayu mengajakku lagi untuk berkumpul bersama keluarganya.
Bayu menggandengku ke belakang rumahnya. Ia hanya berkata kalau ia kelelahan dan kurang tidur, tapi apakah separah ini? Ah semoga tak terjadi apa-apa pada dirinya. Bayu mengajakku lagi untuk berkumpul bersama keluarganya.
Pukul 9 malam, aku meminta izin
untuk pulang ke rumah. Dan Bayu pun mengantarkanku pulang.
“Bilang terima kasih ya sama keluarga kamu, soalnya mereka semua udah baik banget sama aku..” kataku saat hendak turun dari mobil.
“Ya, kan kamu akan jadi bagian dari keluargaku juga, sayang..” jawab Bayu lalu mencium keningku.
“Aku pulang dulu ya, kamu hati-hati bawa mobilnya..” kataku lalu mencium punggung tangan Bayu.
“Iya, love you..”
“Love you too, sayang..” kataku lalu segera turun dari mobil Bayu.
“Bilang terima kasih ya sama keluarga kamu, soalnya mereka semua udah baik banget sama aku..” kataku saat hendak turun dari mobil.
“Ya, kan kamu akan jadi bagian dari keluargaku juga, sayang..” jawab Bayu lalu mencium keningku.
“Aku pulang dulu ya, kamu hati-hati bawa mobilnya..” kataku lalu mencium punggung tangan Bayu.
“Iya, love you..”
“Love you too, sayang..” kataku lalu segera turun dari mobil Bayu.
Malam ini tak akan ku lupakan.
Air mata yang metes seakan terbayar kala ku ingat keramahan keluarga besar Bayu
yang amat sangat menerimaku. Lancarkan hubungan ini ya, Allah..
***
Sebulan kemudian.
Sebulan kemudian.
Pagi, Rani. Maaf ya kalau selama 8 bulan ini aku ngga ngasih kamu kebahagiaan, aku sadar aku gak pantes buat kamu.
Satu pesan singkat dari Bayu
yang sedikit membuatku kaget. Ada apa dengan Bayu? Kenapa tiba-tiba ia
mengirimiku pesan seperti ini. Aku segera meneleponnya.
“Apa maksud sms kamu ini?”
tanyaku.
“Maafin aku..” kata Bayu sedikit lemas terdengar dijauh sana.
“Maaf kenapa? Kamu gak punya salah sama aku..”
Kemudian hening.
“Kita harus putus..” suara Bayu memecahkan keheningan.
Aku tersentak, mataku mulai berkaca-kaca.
“Kenapa? Ada apa?”
“Maaf, kamu harus bisa tanpa aku..”
“Tolong jelasin ke aku..”
“Nanti kamu tau sendiri, sekali lagi maaf..”
“Bayu, kenapa?” suara ku sedikit terisak.
Klik.
“Maafin aku..” kata Bayu sedikit lemas terdengar dijauh sana.
“Maaf kenapa? Kamu gak punya salah sama aku..”
Kemudian hening.
“Kita harus putus..” suara Bayu memecahkan keheningan.
Aku tersentak, mataku mulai berkaca-kaca.
“Kenapa? Ada apa?”
“Maaf, kamu harus bisa tanpa aku..”
“Tolong jelasin ke aku..”
“Nanti kamu tau sendiri, sekali lagi maaf..”
“Bayu, kenapa?” suara ku sedikit terisak.
Klik.
Telepon mati begitu saja. Pagi
ini bukanlah awal yang menyengkan. Tangisku semakin menjadi. Ada apa dengan
Bayu?
Sementara itu di rumah sakit.
Bayu terlihat sangat lemas
diatas ranjang rumah sakit. Ia ditemani oleh Dimas, adiknya.
“Dimas, tolong ambilin kertas
sama pulpennya dong..” pinta Bayu kepada Dimas.
Dimas pun segera mengambilkan
apa yang diminta kakaknya itu. Setelah memegang selembar kertas dan sebuah
pulpen, Bayu pun menuliskan sesuatu dikertas itu. Setelah selesai menuliskan
sesuatu dikertas itu, ia melipatnya dan memberikannya kepada Dimas.
“Dimas, lo kasihin ini ya sama
Rani kalo nanti gue udah pergi. Gue mau tenang, Dim. Gue gak kuat nahan sakit
ini..”
“Tapi kak, lo harus kuat. Gue gak mau sendirian di rumah..”
“Lo bisa, Dim. Jagain mama sama papah ya. Gue mau tidur dulu, Dim. Tolong selimutin gue..”
Dimas menangis lalu menutup setengah badan Bayu dengan selimut. Bayu pun menutup matanya dan tertidur. Dimas melihat ada ketenangan dimata milik kakaknya yang amat ia sayangi itu.
“Tapi kak, lo harus kuat. Gue gak mau sendirian di rumah..”
“Lo bisa, Dim. Jagain mama sama papah ya. Gue mau tidur dulu, Dim. Tolong selimutin gue..”
Dimas menangis lalu menutup setengah badan Bayu dengan selimut. Bayu pun menutup matanya dan tertidur. Dimas melihat ada ketenangan dimata milik kakaknya yang amat ia sayangi itu.
Rani yang tak kuat menahan tangisnya segera menelepon Bayu untuk meminta kejelasan dari semua ini.
“Bayu, kamu dimana? Aku perlu
ketemu sekarang..”
“Kak, ini aku Dimas..”
“Dimas? Bayu dimana, dek? Aku mau ngomong sama dia..” air mataku menetes.
“Kak Bayu udah pergi, kak..” kata Dimas pelan.
“Pergi? Maksudnya?”
“Kakak kesini aja ya, sekarang kak..”
“Kamu dimana?”
“Di Rumah Sakit Harapan, kak. Cepetan ya, kak..”
“Kak, ini aku Dimas..”
“Dimas? Bayu dimana, dek? Aku mau ngomong sama dia..” air mataku menetes.
“Kak Bayu udah pergi, kak..” kata Dimas pelan.
“Pergi? Maksudnya?”
“Kakak kesini aja ya, sekarang kak..”
“Kamu dimana?”
“Di Rumah Sakit Harapan, kak. Cepetan ya, kak..”
Tanpa menunggu waktu lama, aku
langsung berlari keluar rumah untuk menghampiri Bayu. Kemana Bayu pergi? Kenapa
Dimas ada di Rumah Sakit? Aku menunggu taksi di depan gang rumahku, akhirnya
datanglah taksi yang akan membawaku menuju Rumah Sakit Harapan.
Sesampainya di Rumah Sakit
Harapan...
Ku lihat Dimas tengah menangis
di depan ruang UGD.
“Dimas? Kamu kenapa? Bayu
dimana?” kataku sambil memeluk Dimas.
Dimas memelukku amat erat, “Kak
Bayu pergi, kak..”
“Pergi?”
Dimas langsung menggandengku
menuju suatu ruangan. Aku melihat Bayu tertidur diatas ranjang dengan selimut
yang menutupi setengah badannya.
Matanya tertutup rapat.
Matanya tertutup rapat.
“Bayu..” kataku lalu mendekat
ke arahnya.
Tak ada jawaban dari Bayu.
Ku genggam tangannya, sejenak
ku tak merasakan nadinya. Dan ternyata Bayu telah tiada.
“Tadi Kak Bayu nitip ini untuk
Kak Rani. Dia bilang dia mau tidur..” kata Dimas sambil menyerahkan selembar
kertas.
Air mataku perlahan menetes,
lalu membaca isi surat dari Bayu.
Dear Rani sayangku,
Maaf kalau aku mendahuluimu. Maaf kalau aku membuatmu
menangis 2 jam yang lalu. Maaf kalau aku memutuskan hubungan kita. Ini bukan
kemauanku, aku hanya tak ingin kamu bersedih karena sakit yang ku derita ini.
2 tahun yang lalu, aku di vonis dokter terkena penyakit leukemia, sayang. Ini bukan sesuatu yang mudah untuk diterima. Aku tersiksa menahan sakit yang kurasa. Aku lelah dengan banyaknya darah yang tak henti-hentinya terus menetes disetiap waktuku.
Aku tak bermaksud menyembunyikan ini, aku hanya tak mau melihatmu bersedih karena harus tau penyakitku ini.
Jujur, kehidupanku berubah sejak kamu hadir. Sakitku seakan sirna sesaat kala ku jalani kebahagiaan bersamamu. Senyumanmu, membuatku mengerti sayangmu tulus. Sayangmu mampu kurasakan. Kamu menyayangiku? Aku lebih menyayangimu lebih dari yang kamu tau.
Jaga tetesan air matamu ya. jangan sampai menetes terus menerus ya.
Aku sayang kamu, Rani..
2 tahun yang lalu, aku di vonis dokter terkena penyakit leukemia, sayang. Ini bukan sesuatu yang mudah untuk diterima. Aku tersiksa menahan sakit yang kurasa. Aku lelah dengan banyaknya darah yang tak henti-hentinya terus menetes disetiap waktuku.
Aku tak bermaksud menyembunyikan ini, aku hanya tak mau melihatmu bersedih karena harus tau penyakitku ini.
Jujur, kehidupanku berubah sejak kamu hadir. Sakitku seakan sirna sesaat kala ku jalani kebahagiaan bersamamu. Senyumanmu, membuatku mengerti sayangmu tulus. Sayangmu mampu kurasakan. Kamu menyayangiku? Aku lebih menyayangimu lebih dari yang kamu tau.
Jaga tetesan air matamu ya. jangan sampai menetes terus menerus ya.
Aku sayang kamu, Rani..
Bayu
Aku tak kuat menapaki kenyataan
ini. Air mataku semakin deras, orang tua Bayu berusaha menenangkanku. Tapi
semua ini terlalu sulit untuk diterima. Aku mencium kening Bayu untuk yang
terakhir kalinya sebelum jasadnya dimandikan.
“Aku sayang kamu, Bayu..” ku bisikkan ditelinganya dan aku yakin ia mendengarnya walau ia tak mampu menjawabnya.
“Aku sayang kamu, Bayu..” ku bisikkan ditelinganya dan aku yakin ia mendengarnya walau ia tak mampu menjawabnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar