“Hah? Maaf kenapa, Lan?” Elsa sedikit bingung karena ia merasa Ruslan sama
sekali tak memiliki salah kepadanya.
“Hmm, itu loh yang kemarin malem kan gue udah ngancurin acara lo sama Tian.
Gara-gara gue, lo gak jadi jalan sama dia. Maaf banget ya, Sa. Gue gak ada
maksud kok..”
“Ya ampun, Ruslan. Berapa tahun sih lo kenal gue? Masalah kayak gitu aja
dibesar-besarin gini. Santai aja, Lan..” jelas Elsa.
“Tapi gue nggak enak jadinya sama lo terus sama Tian juga..”
“Udah, lupain ya. Gak usah bahas ini, lagipula Tian juga gak mempermasalahkan
ini kok. Ya, udah yuk sekarang kita ke kelas aja..” kata Elsa lalu menggandeng
Ruslan untuk masuk ke kelas.
Elsa dan Ruslan adalah
sahabat sedari kecil menjalin ikatan sahabat itu kini semakin dekat, bahkan mereka selalu bersekolah ditempat yang
sama. Entah memang sudah ditakdirkan untuk bersahabat atau memang inilah jalan
mereka untuk selalu bersama-sama kemanapun mereka pergi. Dimana ada Elsa,
disitu ada Ruslan. Begitu pula sebaliknya. Ya, mereka lahir hanya berbeda
itungan hari saja. dan mereka pun lahir di rumah sakit yang sama. Ya, mungkin
ini bisa dibilang suatu kebetulan yang tidak biasa. Tapi mungkin inilah jalan
yang ditakdirkan Tuhan untuk mereka. Orang tua mereka pun sudah saling mengenal
sejak mereka masih menjadi bayi. Dan ternyata rumah mereka pun tak terlalu
jauh, hanya beda komplek saja. Dari SD, SMP dan SMA mereka selalu bersama,
kemanapun dan dimanapun. Tapi ternyata, dibalik kebahagiaan mereka yang selama
ini dilihat oleh ribuan mata yang ada disekitarnya, tersimpan kesedihan yang
belum terjamah oleh siapapun. Mungkin ini adalah kesedihan yang tak seharusnya
terjadi, karena terlalu banyak kebahagiaan yang mereka jalani bersama. Bukan
hidup namanya kalau hanya mengharapkan kebahagiaan.
Elsa, seorang gadis
mungil berambut panjang dan memiliki lesung pipi adalah gadis yang memiliki
banyak penggemar. Eitsss, tapi Elsa bukanlah artis ataupun model, ia hanya
gadis biasa yang banyak disukai oleh para laki-laki yang ada di sekolahnya. Ya,
Elsa yang memiliki nama panjang Rumania Elsa Saraswati ini adalah gadis yang
cantik, manis dan menyenangkan. Tak salah jikalau banyak lelaki yang berusaha
merebut hatinya, namun Elsa belum pernah memiliki pacar. Ya, memang banyak
lelaki yang mendekatinya, namun Elsa belum mau menerima mereka sebagai
kekasihnya, karena baginya kekasih itu hanya satu dan itu akan menjadi suaminya
kelak. Itu bukan suatu alasan yang salah, karena Elsa pun memiliki banyak
alasan sebelum menyerukan alasannya itu. Tapi Elsa hanyalah gadis biasa yang
memiliki rasa suka kepada lawan jenisnya. Seperti saat ini, Elsa tengah dekat
dengan seorang lelaki bernama, Tian. Tian adalah kakak kelasnya. Sudah sekitar
4 bulan ini, Elsa dekat dengan Tian. Sebenarnya Tian termasuk cowok yang bisa
dibilang populer di sekolahnya, dan sepertinya Tian pun menyukai Elsa. Tapi
antara Elsa dan Tian belum ada ikatan apa-apa, ya kembali lagi ke alasan Elsa
tadi, ia hanya mau memiliki satu kekasih dan itulah yang nantinya akan menjadi
suaminya. Dibalik kedekatan mereka berdua, terselip air mata di sepasang mata yang selalu tegar
menyaksikan kebahagiaan mereka. Siapa pemilik sepasang mata itu?
Ruslan, seorang lelaki
yang hobi bermain sepak bola ini sudah menjadi lelaki yang paling beruntung
karena bisa terus menerus ada disamping Elsa, gadis cantik yang menjadi idaman
setiap lelaki itu. Bagaimana tidak, Ruslan sudah ditakdirkan untuk mengenal
Elsa sedari bayi dan sudah bersahabat dalam waktu yang tidak sebentar. Ruslan
bukanlah lelaki populer di sekolahnya seperti Tian. Ia hanyalah seorang lelaki
biasa yang cenderung pendiam. Dan hanya Elsa lah yang mengerti apa yang
diinginkan Ruslan, karena tak banyak orang yang mempu membaca apa yang ia mau.
Kedekatan Ruslan dengan Elsa bukanlah hal yang tabu lagi, seluruh isi sekolah
hampir mengenalnya karena kepopuleran Elsa di sekolah. Seringkali banyak yang
mengira kalau mereka adalah sepasang kekasih, karena mereka selalu berdua
dimapun dan kapanpun. Walau sebenarnya mereka hanyalah sepasang sahabat yang
sudah ditakdirkan bersahabat oleh Tuhan. Ruslan sebenarnya memiliki perasaan
yang berbeda terhadap Elsa, mungkin Elsa hanya mengganggapnya sebagai sahabat.
Tapi tak begitu dengan Ruslan, entah perasaan apa namanya yang jelas ia sering
menangis menyaksikan kebahagiaan Elsa bersama Tian. Ya, Ruslan memang tak
pernah menunjukkan air matanya di depan kebahagiaan mereka, tapi Ruslan selalu
pandai tersenyum dan berpura-pura bahagia melihat Elsa bahagia bersama Tian.
Mungkinkah Ruslan telah jatuh cinta kepada Elsa? Atau hanya sekedar perasaan
takut kehilangan? Ruslan belum menemukan jawaban dari pertanyaan yang
bertubi-tubi itu, ia hanya tau kalau ia tak sepenuhnya bahagia melihat
kebahagiaan Elsa dan Tian. Mungkin suatu saat nanti, Elsa akan menemukan
jawaban dari semua ini dengan sendirinya. Tanpa perlu ia ungkapkan.
***
“Eh, Kak. Maaf ya nunggu
lama, tadi ada ulangan dulu..” kata Elsa saat keluar kelas dan melihat Tian
sudah menunggunya.
“Hahaha, iya gak apa-apa, Sa. Ulangan apa tadi? Bisa gak?”
“Matematika, Kak. Bisa dong, Elsa gitu..” Elsa menyombongkan diri.
“Ih dasar kamu tuh, bikin aku gemes tau gak..”
Ruslan menyaksikan Elsa
dan Tian tengah bercanda-canda di depan pintu kelas. Ia hanya mampu menarik
nafas sedalam-dalamnya, lalu menghembuskannya, kemudian mendekati mereka.
“Pada mau ke kantin ya?”
“Hehehe, iya nih, Lan. Ikut yuk?” ajak Elsa.
“Emang kalo gue ikut gak ganggu kalian?”
“Gak kok, yuk..”
Tian tersenyum dengan
sengitnya. Sebenarnya Ruslan merasakan kalau Tian amat sangat terganggu dengan
hadirnya Ruslan, tapi mungkin ia ingin menunjukkan pada Elsa kalau ia fine-fine
aja jika Ruslan ikut bergabung dengan mereka.
“Ya, udah yuk. Nanti
keburu bel loh..” kata Tian.
“Yuk, Lan..” kata Elsa lalu menggandeng tangan Ruslan.
Tian tersenyum sinis, Ruslan hanya menunduk dan memohon maaf dalam hati.
Di kantin...
“Mau makan apa, Sa?” tanya Tian.
“Aku sih mie instan aja. Lo apa, Lan?”
“Gue ikut lo aja, Sa..”
“Ya, udah kak. Aku sama Ruslan mie instan aja, minumnya es jeruk..”
“Oke, sayang...” kata Tian lalu segera memesan pesananku dan Ruslan.
“Hah? Lo udah pacaran
sama Tian?” tanya Ruslan kaget.
“Nggak, Lan. Dia emang biasa manggil gue gitu..” jawab Elsa santai.
“Jangan sampai nanti lo sakit hati..”
“Sakit hati? Gue kan belom pernah pacaran, Lan..”
“Ya, sakit hati gak harus pacaran kali. Ya, jangan terlalu deket deh, Sa..”
“Iya, Ruslan. Lo cemburu ya? Hahaha..” goda Elsa.
“Kalo cemburu emang kenapa? Gue bisa ngelakuin apa? Gue cuma bisa diem, Sa..”
Elsa diam, lalu Tian datang dan duduk di depan Elsa. Ruslan hanya terus mengarahkan pandangannya kemana saja yang penting ia bisa mengelabuhi Elsa dan Tian akan perasaan cemburu yang kini telah berkuasa dihatinya.
Pesanan mereka bertiga
datang, dan mereka menyantapnya. Ini bukan pertama kali bagi Ruslan, harus
menjadi karang yang begitu tegarnya, walaupun serangan ombak bertubi-tubi
menghantamnya tapi ia masih bisa diam dan tetap konsisten pada sifatnya yang
hanya bisa diam dan terus bertahan. Karena Ruslan merasa Tian semakin risih
karena kehadirannya jadi sebelum diusir, Ruslan pun memilih untuk pergi
terlebih dulu.
“Gue duluan ya, Sa, Kak Tian..” kata Ruslan sambil meletakkan sendok dan garpu yang tadi dipegangnya.
“Eh kok buru-buru sih, Lan. Mau ngapain emangnya?” Elsa berusaha menahan Ruslan untuk pergi.
“Mau ngerjain tugas, Sa. Duluan ya..”
“Eh, tapi...”
Belum sempat Elsa melanjutkan bicaranya, Ruslan terlebih dulu meninggalkannya
bersama Tian.
“Udahlah mungkin dia emang mau ngerjain tugas kali, Sa..” ujar Tian.
“Hmm, iya sih. Ya, udah aku habisin makannya dulu ya, Kak..” jawab Elsa.
“Iya, Elsa..”
Elsa menghabiskan makanannya, sebenarnya ia menginginkan kalau Ruslan ada disini. Tapi ternyata Ruslan malah memilih untuk pergi meninggalkannya bersama Tian. Setelah makanannya habis, Elsa langsung menuju kelas untuk menemui Ruslan.
“Kak, aku duluan ke kelas
ya. Mau ngerjain tugas juga nih sama Ruslan..” Elsa berbohong karena ia
sebenarnya hanya ingin menghampiri Ruslan.
“Yahh, buru-buru sih kamu..”
“Maaf kak, bye..”
Elsa langsung bergegas
menuju ke kelas untuk menghampiri Ruslan.
“Lo bohong kan sama gue?”
“Bohong apa, Sa?”
“Lo bilang mau ngerjain tugas, tapi padahal gak ada tugas kan?”
“Maaf, Sa. Gue gak kuat lama-lama ngelihat lo sama Tian..”
“Kenapa, Lan?”
“Gue cemburu, Sa! Gue sayang sama lo..” ceplos Ruslan lalu segera membolak-balik lembar buku yang ada di mejanya.
Elsa diam, lalu memikirkan perkataan Ruslan.
***
Ini bukan hal yang mudah, Sa. Menyembunyikan perasaan
yang gak pernah diundang ini tuh susah. Andai lo tau semuanya, andai lo tau
perasaan ini, ya terus menerus gue berandai-andai tentang lo. Gue tau lo cuma
anggep gue sahabat dan gak akan pernah lebih dari itu. Gue tau, gue gak akan
mungkin jadi kekasih satu-satunya buat lo, ya kekasih yang akan jadi suami lo
nanti. Tapi apa ini salah? Gue gak mau perasaan ini hadir, tapi perasaan ini
hadir dengan sendirinya, Sa. Kapan lo sadar? Kapan lo tau semuanya? Ya, mungkin
gue emang gak pernah ungkapin langsung ke lo kalo gue ini sayang banget sama
lo. Gue cemburu lihat kebahagiaan lo sama Tian, gue cemburu liat lo
bercanda-canda sama dia. Maaf gue emang diem dan terus diem, karena percuma
kalaupun lo tau gue cemburu, gue bisa apa? Gue bukan siapa-siapa lo, Sa. Gue
cuma sahabat lo, gak akan lebih dari itu.
Ruslan menulis curahan
hatinya diselembar kertas lalu menumpuknya dilaci yang ada dikamarnya. Ini
bukan lembar yang pertama. Kalau saja Elsa melihat apa yang ada didalam laci
ini, mungkin ia akan kaget dan bingung kalau ternyata sahabatnya sedari kecil
telah memiliki perasaan ini. Ruslan tak pernah memberitahu Elsa tentang semua
tulisannya ini, biarkan waktu yang mengizinkan Elsa untuk melihat semua ini.
“Drrrrrtt..Drrttt...”
getaran handphone Ruslan. Ruslan pun mengambilnya, lalu melihat ada satu pesan
dari Elsa.
From : Elsa
Lan, udh tdr blm? Gue bete nih, gue bingung mau gimana. Bantuin gue dong.
Lan, udh tdr blm? Gue bete nih, gue bingung mau gimana. Bantuin gue dong.
“Hmm, pasti masalah Tian
deh..” gumam Ruslan, lalu membalas pesan Elsa.
To : Elsa
Blm tdr nih, ada apaan sa? Bingung kenapa? Cerita aja lngsung.
Blm tdr nih, ada apaan sa? Bingung kenapa? Cerita aja lngsung.
Elsa pun membalasnya.
From : Elsa
Kak Tian nembak gue lagi, gue gak mau nerima dia. Tapi gue gak mau jadi musuh sama dia, lan. Gimana dong?
Kak Tian nembak gue lagi, gue gak mau nerima dia. Tapi gue gak mau jadi musuh sama dia, lan. Gimana dong?
“Nah, bener kan dugaan
gue. Lagi-lagi dia..”
To : Elsa
Ya, lo blng aja ke dia. Lo cuma mau jadi temen aja sama dia, gitu aja ribet sih. Lo juga salah, harusnya kalo lo gak mau jadi kayak gini harusnya lo jgn terlalu deket sama dia..”
Ya, lo blng aja ke dia. Lo cuma mau jadi temen aja sama dia, gitu aja ribet sih. Lo juga salah, harusnya kalo lo gak mau jadi kayak gini harusnya lo jgn terlalu deket sama dia..”
Agak lama Ruslan menunggu
balasan dari Elsa, akhirnya Elsa pun membalas pesannya .
From : Elsa
Iya, gue emang salah. Gue terlalu deket sama dia, tapi gue sama sekali gak ada niat buat bikin dia nembak gue, lan. Gue harus gmn skrg? Apa gue hrs jauhin dia? Gue harus jd musuh sama dia? Gue gak mau itu, lan.
Iya, gue emang salah. Gue terlalu deket sama dia, tapi gue sama sekali gak ada niat buat bikin dia nembak gue, lan. Gue harus gmn skrg? Apa gue hrs jauhin dia? Gue harus jd musuh sama dia? Gue gak mau itu, lan.
Ruslan membalasnya.
To : Elsa
Ya, kalo emg itu jalan yang terbaik, why not? Kalo emg dia ngerti apa yg lo mau, dia gak bakalan jadi musuh kok sama lo. Dia bakalan mau tetep temenan sama lo.
Ya, kalo emg itu jalan yang terbaik, why not? Kalo emg dia ngerti apa yg lo mau, dia gak bakalan jadi musuh kok sama lo. Dia bakalan mau tetep temenan sama lo.
Tanpa terasa air mata
Ruslan perlahan menetes. Ingin rasanya saat itu juga ia ucapkan perasaan yang selama ini ia pendam pada Elsa. Tapi ia
tau, semua itu tak akan berpengaruh. Elsa akan tetap mengganggapnya sebagai
sahabat dan tak pernah menanggapi perasaannya. Elsa, kenapa lo gak peka sama
semua perhatian gue? Kenapa, Sa!
Kemudian, Ruslan
memegangi kepalanya yang terasa sakit. Sepertinya terjadi sesuatu yang tidak
beres terjadi di kepalanya. Sakit teramat sakit, kemudian tetesan darah
perlahan menetes dari hidungnya. Ini yang sedari dulu Ruslan sembunyikan,
kepalanya tengah dilanda penyakit yang sebenarnya bukanlah kemauannya.
Ya,
tumor ganas sudah menguasai kepalanya. Sebenarnya ini hanyalah rahasia
keluarganya, jadi hanya Ibu, Ayah dan Kakaknya lah yang mengetahui ini,
selebihnya tidak. Begitu juga Elsa, Ruslan sengaja tak memberitahu Elsa tentang
ini. Karena ia tak ingin Elsa sedih mengenai ini. Ruslan takut, ia belum bisa
mengungkapkan apa yang selama ini dipendam. Ia takut penyakitnya ini akan
terlebih dulu merenggut nyawanya. Elsa, maafkan aku kalau ini menyembunyikan
semuanya, maaf maaf dan maaf.
***
Setelah penyakitnya
kambuh lagi, Ruslan menjadi sering tidak hadir di sekolah. Elsa berusaha
mencari tau tentang keberadaannya, tapi hasilnya nihil. Setiap kali ia datangi
rumah Ruslan, ia hanya mendapati pembantu yang bekerja di rumah Ruslan. Dan
pembantunya hanya berkata kalau Ruslan tengah menemani Ibunya berobat di rumah
sakit. Nomor handphone Ruslan sudah tak lagi aktif, Elsa mulai merasakan ada
yang aneh dibalik semua ini.
“Bik, tolong bilang sam
aku, dimana Ruslan?” tanya Elsa dengan muka memohon.
Bik Ijah, pembantu yang biasa bekerja dirumah Ruslan akhirnya terbuka soal
semua ini.
“Sebenarnya Mas Ruslan
sakit, Non..”
“Hah? Ruslan sakit?! Sakit apa, bik!” Elsa kaget.
“Bibik kurang tau, Non..”
“Gak mungkin Bibik gak tau! Bik, tolong aku khawatir sama dia..” Elsa menangis.
Bik Ijah hanya diam, karena ia memang tak mengetahui penyakit apa yang di
derita Ruslan. Tiba-tiba saja, Elsa langsung bergegas menuju kamar Ruslan, dan
apa yang di dapatinya? Sebuah boneka beruang besar bewarna merah muda ada di
atas kasurnya. Dan ada sepucuk surat disitu, Elsa langsung membaca isi surat
itu.
Dear Elsa,
Mungkin setelah kamu baca ini, aku udah gak bisa lagi nemenin kamu. Aku gak akan bisa lagi lihat senyum kamu, lihat kebahagiaan kamu. Aku tau, aku bodoh. Aku terlalu lama memendam semua ini. Aku terlalu lama untuk mengungkapkan ini. Aku tau, aku dan kamu hanyalah sahabat, ya sebatas sahabat. Tak pernah lebih dari itu, kamu pernah bilang kamu hanyalah sahabatku. Ya sahabat yang sudah ditakdirkan sedari dulu, dan itu akan tetap jadi sahabat. Tapi apa salah kalau aku selalu mengharapkan hubungan kita lebih dari itu? Perasaan ini terlalu dalam untukmu, Elsa. Kamu benar-benar membuatku mengerti apa itu sayang, apa itu cinta. Ya sayang itu saat aku tetap ada disamping kamu, disisi kamu ketika kamu butuh. Cinta, saat aku harus tetap tersenyum melihat kebahagiaanmu bersama “Tian” . Aku hanya ingin bilang, mau nggak kamu jadi pacarku? Jadi yang pertama dan terakhir, jadi yang paling pertama. Ya, karna kamu yang pertama. Tapi kalau kamu memang menolakku, aku tak sesali itu. Bersahabat denganmu saja sudah membuatku bahagia, apalagi menjadi kekasihmu. Tapi ya, sudah lupakan itu. Oh iya, maafkan aku cemburu melihat kedekatanmu dengan Tian, aku cemburu karena kamu selalu tersenyum bersamanya. Maaf kalau aku egois, aku hanya mau akulah yang menjadi alasan dari senyummu. Sekali lagi, aku sayang kamu lebih dari sahabat, Elsa..
Mungkin setelah kamu baca ini, aku udah gak bisa lagi nemenin kamu. Aku gak akan bisa lagi lihat senyum kamu, lihat kebahagiaan kamu. Aku tau, aku bodoh. Aku terlalu lama memendam semua ini. Aku terlalu lama untuk mengungkapkan ini. Aku tau, aku dan kamu hanyalah sahabat, ya sebatas sahabat. Tak pernah lebih dari itu, kamu pernah bilang kamu hanyalah sahabatku. Ya sahabat yang sudah ditakdirkan sedari dulu, dan itu akan tetap jadi sahabat. Tapi apa salah kalau aku selalu mengharapkan hubungan kita lebih dari itu? Perasaan ini terlalu dalam untukmu, Elsa. Kamu benar-benar membuatku mengerti apa itu sayang, apa itu cinta. Ya sayang itu saat aku tetap ada disamping kamu, disisi kamu ketika kamu butuh. Cinta, saat aku harus tetap tersenyum melihat kebahagiaanmu bersama “Tian” . Aku hanya ingin bilang, mau nggak kamu jadi pacarku? Jadi yang pertama dan terakhir, jadi yang paling pertama. Ya, karna kamu yang pertama. Tapi kalau kamu memang menolakku, aku tak sesali itu. Bersahabat denganmu saja sudah membuatku bahagia, apalagi menjadi kekasihmu. Tapi ya, sudah lupakan itu. Oh iya, maafkan aku cemburu melihat kedekatanmu dengan Tian, aku cemburu karena kamu selalu tersenyum bersamanya. Maaf kalau aku egois, aku hanya mau akulah yang menjadi alasan dari senyummu. Sekali lagi, aku sayang kamu lebih dari sahabat, Elsa..
Kalau mau temuin aku, temuin aku di Rumah Sakit
Harapan Kasih, tapi aku gak jamin kamu masih bisa lihat kedipan mataku atau enggak.
Bye Elsa, terima kasih untuk kebahagiaan selama 17 tahun ini..
From : Ruslansyah Gani Abdullah
Tetesan air mata terus
menetes di mata indah milik Elsa, tanpa menunggu waktu lama Elsa langsung
keluar dari kamar Ruslan dan membawa serta boneka besar yang ada disitu lalu
menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah Ruslan dan meminta supirnya untuk
mengantarnya ke Rumah Sakit dimana Ruslan berada. Diperjalanan, Elsa terus
menangis dan terus berdoa semoga ia masih mampu melihat Ruslan tersenyum.
“Ya Tuhan, jaga Ruslan. Jaga matanya, jangan kau tutup sebelum matanya sebelum
aku berkata kalau aku menyayanginya, kalau aku menginginkannya untuk menjadi
kekasihku yang pertama dan yang terakhir..” doa Elsa.
Sesampainya di rumah
sakit, Ibu dan Ayah Ruslan terlihat tengah duduk di depan ruang UGD. Aku
bergegas menghampirinya.
“Tante, dimana Ruslan?” tanya dengan air mata yang telah mengucur deras.
Belum sempat Ibunya
Ruslan menjawab, tiga orang suster dan satu dokter mendorong sebuah tempat
tidur yang biasanya ditiduri pasien rumah sakit keluar dari ruang UGD . Seorang
pasien tengah tertidur diatasnya dengan selimut putih menutupi tubuhnya,
perlahan kakiku terasa lemas dan fikiranku langsung tertuju pada Ruslan. Aku
langsung menghampiri pasien yang tertutup selimut putih itu, lalu kubuka
selimut putih itu dibagian wajahnya. Dan apa yang aku lihat? Ruslan tengah
tertidur abadi diatasnya. Boneka yang sedari tadi ku pegang, langsung terjatuh.
“Ruslaaan, bangun! Gue
mohon, jangan pergi dulu, gue gak mau lo pergi..” aku mulai berkicau sambil
berteriak-teriak.
Ibu dan Ayah Ruslan berusaha menenangkanku dan berusaha melepaskan tubuhku yang
sedari tadi terus menerus memeluk Ruslan yang sudah tak bernyawa lagi.
“Ruslaan, please sekali ini aja. Buka mata lo, gue mau bilang kalo gue juga
sayang banget sama lo. Bangun, Lan! Bangun!”
Kakiku langsung lemas dan
merasakan ada sesuatu yang hilang dari tubuhku. Suster itu perlahan mendorong
tempat tidur itu semakin menjauh. Kenapa
semuanya terlambat? Kenapa semuanya baru ku ketahui setelah Ruslan pergi?
Aku duduk diam termenung
memandang ke jenazah Ruslan yang tengah tertidur dengan tenangnya . Alunan
yasin mewarnai kepergian Ruslan. Dengan senyum berhiasan mata yang berkaca ku
kecup kening Ruslan, sambil kubisikkan.
“Aku sayang kamu, Ruslan..”
Aku yakin kamu memang tak
dapat membalas ucapanku itu, tapi aku juga yakin kalau kamu memang
menyayangiku. Waktu belum berpihak pada kita, tapi percayalah kita ditakdirkan
untuk bersama. Mungkin disana, Tuhan sudah menyiapkan tempat yang lebih indah
untuk aku dan kamu.
Ruslan, aku tak pernah menyesali keputusan Tuhan untuk memanggilmu. Aku tetap
mensyukuri pertemuan ini. Terima kasih ya Tuhan, inikah yang kau bilang CINTA
SEJATI? Dipisahkan oleh kematian? Kalau memang ia, biarkan ia pergi menghadapmu.
Tolong sampaikan padanya, aku akan tetap menjaga sayang ini. Sayang yang sedari
lama ini terjalin, jangan biarkan terputus karena takdir ini.
sampe nangis bacanya :((
BalasHapusKaka:3 semangat terus yah nulisnya:3 (҂'̀⌣'́)9
BalasHapus