Senin, 26 Desember 2011

Tuhan, jika ia memang bukan untukku, mengapa kau pertemukan aku dengannya, dan mengapa kau biarkan sayang ini mengalir untuknya....

KUPU-KUPU ITU BERDARAH




Tetesan darah terus mengalir di hidungku. Padahal dr.Fandi bilang bahwa aku baru saja di operasi.
"Hmmm apa mungkin aku sudah sehat?" gumamku dalam hati.
Jam menunjukkan pukul 23.00, tapi rasanya mata ini enggan terpejam. Ku pandangi seisi ruangan yang bau obat ini. Kulihat Bik Isma tidur di sofa yang ada di kamar ini, Pak Surya tidur di lantai beralaskan tikar. Ayah sepertinya tidak disini. Tenggorokanku terasa kering, ingin rasanya aku membangunkan Bik Isma, tapi aku tidak ingin mengganggu tidurnya. Aku pun mengurungkan niatku untuk minum.
"Pejam lah! Pejaaaaaam!" teriakku dalam hati
Kenapa aku harus terbangun. Aku membersihkan darah kering yang menempel di hidungku, sudah kering memang. Bosan rasanya harus membuka mata dan harus melihat darah-darah kering menempel di hidungku. Tapi sakit dikepalaku memang sudah tidak mengganggu ketenanganku lagi.

"Ish bau banget obat sih ruangan ini.." gerutuku dalam hati
aku memang tidak menyukai bau-bauan obat seperti ini, maka dari itu aku enggan berlama-lama dirumah sakit.
"Aduhhh, kapan pagi sih! Lama banget.."
Aku mulai bosan , sesekali duakali aku menatap jam.
Ku ambil handphoneku, tidak ada pesan dari siapapun, agak kecewa sedikit.
Ku tengok jam entah yang ke berapa kali.
"Hmm masih jam 1 pagi.." gumamku
Aku harap besok pagi aku sudah tidak ada di tempat ini.
Akhirnya mataku pun terpejam, aku tertidur.


"Bangun Non, yuk siap-siap pulang..." suara Bik Isma membangunkanku
Aku membuka mata dan melihat Bik Isma sedang membereskan barang-barang, bersiap-siap untuk pulang.
"Bik, aku boleh pulang hari ini?" tanyaku dengan senyum lebar
Bik Isma hanya tersenyum dan mengangguk.
Aku sudah membayangkan ketika nanti aku tiba dirumah, Kak Sandi dan teman-temanku yang lain sudah menyambutku.
Ah tenang rasanya setelah hampir 2 bulan lamanya aku tertidur. Tapi ternyata Tuhan masih mengizinkan aku untuk menatap panjangnya jalanku untuk hidup.
Bik Isma membersihkan tubuhku dan mengganti pakaianku. Aku terus tersenyum sampai-sampai Bik Isma menggodaku.

"Asik deh yang udah sehat, bisa berduaan lagi sama mas Sandinya.."
"Ahhh bibi apaan sih.." aku pun tersipu

Kak Sandi..
Ah, dia masih menguasi pikiranku. Senyumnya, perhatiannya.
Ayaaaaaah, aku jatuh cintaaa padanya...
Teriakku dalam hati.

"Yukk Non..." kata Bik Isma sambil menuntunku untuk duduk di kursi roda.
Aku mengangguk.
"Bik, Ayah mana..?"
"Ayah udah nungguin di rumah Non.."

***
Sesampainya dirumah, Ayah menyambutku dia berkata,
"Windi, Ayah mau ke Pontianak lagi. Ada kerjaan disana.."
"Ayah mau ninggalin Windi?" jawabku sambil menatap mata Ayah
Ayah hanya menangis dan memelukku.
"Windi baik-baik ya disini, Ayah mau cari uang yang banyak buat Windi. Windi jangan bandel, nurut ya sama Bik Isma sama Pak Surya..." jelas Ayah sambil mengecup keningku.

Sebenarnya aku tidak rela kalau Ayah harus pergi jauh lagi. Aku masih butuh Ayah tapi Ayah harus bekerja untuk mencari uang. Tapi harus sampai kapan aku dan Ayah dipisahkan jarak yang teramat jauh ini.
Ayah mengecup keningku lagi dan aku pun mencium tangannya.
"Ayah hati-hati yaa.."
Ayah tersenyum dan berlalu meninggalkan rumah ini.

Jadilah rumah ini kembali dihuni oleh tiga orang saja. Aku, Bik Isma , dan Pak Surya. Tapi yasudahlah bagaimanapun juga semuanya harus terus dijalani.
"Bik, aku mau jalan. Gak mau duduk di kursi roda ini.." kataku pada Bik Isma
Kemudian Bik Isma membantuku berdiri dan aku pun sudah bisa berjalan walau masih sedikit lemas.

"Bibi ke dapur ya Non..." kata Bik Isma
Aku tersenyum dan kemudian menyetel televisi diruang keluarga.
Tiba-tiba......
Handphoneku bergetar, aku harap itu pesan dari Kak Sandi. Tapi ternyata Tandu yang mengirimi ku pesan.

From : Tandu 
Windi, gimana keadaan lo? 

Aku pun membalasnya,

To : Tandu
Gue udh di rumah ndu, ke rumah dong sama yang lain :) termasuk Kak Sandi yaaaa hehehe


Tandu membalas,

From : Tandu
Kamu udah sehat kan? haha iya win, nanti deh pulang sekolah, gue sama yg lain kerumah lo. lo udh sehat bener? kalo iya nanti kita latian drama dirumah lo aja win...


Aku membalas,

To : Tandu
udaah kok ndu, gue udh sehat. yaudah iya ide bagus tuh. gue tunggu yaa ndu. salam buat Bu Suci dan yg lain..


Tandu membalas,

From : Tandu
ok windi :)


Aku jadi membayangkan drama yang akan aku mainkan. Bulan depan aku harus mementaskan drama itu sedangkan aku baru sekali ikut latihan . Tapi aku yakin aku bisa tampil maksimal di drama itu.
Sementara itu aku terus membayangkan tentang penyakitku ini. Tuhan, izinkan aku untuk sehat sekali ini saja....

Jam menunjukkan pukul 01.00 . Aku pun menanti kedatangan teman-temanku, 30 menit kemudian mereka datang. Risa, Tandu, Wina, Rindi , Aiya datang mengagetkanku yang tengah asyik menonton televisi.

"Haiii Windi..." teriak Aiya saat melihatku sedang menonton televisi

Aku pun menyambutnya, dan memeluk mereka. Ku lihat tidak ada Kak Sandi di situ.
"Loh, Kak Sandi mana?" tanyaku
"Emmm, udah gak usah bahas dia dulu Win, sekarang kita latihan ya..." jawab Risa
"Ih Risaaaaaa, Kak Sandi itu kan lawan peranku, masa dianya enggak ada sih..."
"Yaudah sementara diganti Tandu duluu..." saran Wina

Hatiku bertanya-tanya, kemana Kak Sandi. Kenapa teman-temanku seperti menyembunyikan sesuatu dariku? Tuhan, aku rindu Kak Sandi....

Latihan pun di mulai, tapi aku tidak terlalu bersemangat, karena orang yang biasanya membuatku semangat untuk latihan drama tidak ada disini. Tapi aku sembunyikan semuanya, aku berpura-pura bersemangat.
Baru sekitar 20 menit kamu berlatih drama, aku meminta alasan untuk istirahat karena aku benar-benar tidak bersemangat.
"Udahan dulu yuk, badanku terasa lemas.." keluhku
Risa langsung menuntunku untuk duduk di sofa.
"Yaudah kita istirahat dulu yuk, kasihan Windi kondisinya kan belum stabil.." kata Risa

Tandu sibuk bermain PSPnya, Winda duduk disebelah kananku, Risa duduk disebelah kiriku sambil memegangi tanganku, sedangkan Aiya dan Rindi sibuk dengan gadgetnya masing-masing.
"Ris, kemana Kak Sandi?" tanyaku dengan suara sendu
"Emm Win, lo jangan kaget ya.." kata Risa dengan nada suara yang serius
"Ada apa Riss? Cerita sama gue..." pintaku dengan muka penasaran
"Kak Sandi pacaran sama Angel Win..." ceplos Aiya
"AIYAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!" teriak Risa sambil menutup mulut Aiya

Aku terdiam.
"Ris, beneran yang dibilang Aiya?" tanyaku menahan air mataku
Risa menatap mataku,
"Gue juga gak nyangka Win! Kenapa dia bisa pacaran sama cewek tengil itu.."
Aku menangis dan memeluk Risa.
"Risaa, gue sayang sama Kak Sandi Riss.." jawabku terisak
Wina, Aiya dan Rindi ikut memelukku.
Tandu berusaha menjelaskan semuanya.

"Windi, mau gue ceritain yang sebenernya ga?" celetuk Tandu
"Kenapa Ndu?" jawabku
"Kak Sandi dan Angel itu di jodohin sama keluarganya.." kata Tandu singkat
"Udah Ndu, gak usah di ceritain dulu.." kata Risa berusaha membuatku tenang
"Gak apa-apa kok Risaaa, aku baik-baik aja..." jawabku menghapus air mataku.

Jujur, rasanya sakit saat aku mengetahui Kak Sandi pacaran sama Angel, cewek yang terkenal centil itu. Tapi aku tidak ingin membuat teman-temanku khawatir terhadapku, aku pun berpura-pura tegar dihadapan mereka. Jika memang Angel adalah wanita yang tepat untuk Kak Sandi, aku ikhlas asalkan Kak Sandi mendapatkan kebahagiaan bersamanya. Tuhan, aku menangisinya. Apakah ini yang dinamakan sayang? Ya aku pun sudah bilang secara langsung dihadapan Kak Sandi, bahwa aku menyayanginya...

"Windi, lo baik-baik aja kan? Maafin gue ya Win..." kata Aiya sambil mengelus kepalaku.
"Gak apa-apa Aiya..." jawabku sambil tersenyum

"Tenang aja Win, gue tau kok Kak Sandi itu sayang banget sama lo.." kata Tandu tiba-tiba
Aku pun tersenyum. Ya aku percaya Kak Sandi menyayangiku..
Akhirnya melihat keadaanku yang semakin lemas. Teman-temanku izin pulang dan membiarkanku untuk beristirahat.
"Gue pulang yaa Win, gak usah berpikir macem-macem yaa. Tenang Kak Sandi sayang sama lo kok." kata Tandu sambil melangkah menuju pintu gerbang rumahku. Aku pun tersenyum.

Aku menuju taman belakang rumahku, dan menunggu sang sahabatku, si kupu-kupu indah itu.
Tapi ia tak kunjung datang. Aku pun hanya duduk disamping kolam renang, sambil terus memikirkan Kak Sandi. Tuhan, jika ia memang bukan untukku, mengapa kau pertemukan aku dengannya, dan mengapa kau biarkan sayang ini mengalir untuknya....


*bersambung....



Tidak ada komentar:

Posting Komentar