Selasa, 21 Februari 2012

Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku...


Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku
Karya : Rizki Kusuma Wardani

“Maaf, aku puasa..” jawabku pada Steve yang menawariku makan.

Steve hanya diam dan meminta maaf. Maklum lah dia beragama nasrani, ia tak mengerti dan tak mengetahui bahwa hari Senin ini aku tengah melaksanakan puasa Senin-Kamis. Steve ini anak baru di sekolahku. Kurang lebih sudah hampir 3 minggu ia bersekolah di sekolahku. Dia satu-satunya murid laki-laki beragama nasrani dikelasku. Jangan kaget, ini sungguhan. Aku bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Kartika Kusuma, terletak di Jakarta bagian Timur. Saat ini aku duduk di kelas 11 SMK, aku mengambil jurusan perhotelan. Aku memperdalam ilmu menjadi seorang chef. Begitupun teman-teman sekelasku. Kami semua saling membantu dalam segala hal, yang pandai harus membantu yang kurang pandai dan yang lebih pandai harus membantu yang pandai. Persahabatanku dengan semua teman-teman kelasku sudah seperti kuntilanak dan kostum putih panjang yang selalu menemani setiap penampilannya, hihi. Ibaratnya seperti itu, jadi kita semua benar-benar saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Oke, sekarang ku kenalkan nama sahabat-sahabatku. Yang pertama, Wisnu, cowok gendut yang amat sangat rajin membaca al-Qur’an ini sangat pandai dalam hal memotong-motong bahan-bahan masakan bahkan dalam slices terkecil. Kemudian ada Nindy, cewek manis yang gemar berdekorasikan bentuk jilbabnya. Ia bisa merangkai jilbab yang tadinya biasa bahkan amat sangat biasa menjadi luar biasa, aku dan teman-teman yang lain sering memuji penampilannya. Yang ketiga, ada Mauren, cewek imut beragama nasrani ini amat sangat menghargai perbedaan agama diantara semua anak-anak kelas. Bahkan ia senang adanya perbedaan agama diantara kami, ia bilang itu semua adalah perbedaan yang membuat kita semua bisa lebih mengerti antara agama satu dan yang lainnya. Disusul Jihan, cewek jutek ini adalah cewek yang paling ditakuti dikelas, hihi. Sebenarnya ia engga jutek, ia hanya ingin orang-orang itu tak menggapnya rendah. Ia pernah menjadi juara kelas di kelasku. Kemudian ada Robbi, cowok ganteng yang playboy ini amat sangat memiliki sifat yang berlebihan, kalo kata anak-anak muda jaman sekarang sih “lebay” . Ya, dia dekat dengan banyak cewek di sekolah ini. Dan banyak pula yang kena perangkap rayuan mautnya, haha. Tapi ia mempunyai sifat solideritas yang tinggi. Segitu aja kali ya aku kenalin teman-teman dekatku, hihi.

Sekarang kenalan sama aku yuk, hihi. Namaku Sulis, nama panjangku Rahmania Sulis Al-Wardha. Bagus ya? Hihi. Aku pun telah berterima kasih pada Ibu dan Ayah yang telah menghadiahkan nama indah itu untukku. Aku terlahir di dunia ini tanggal 14 Februari 1995. Kata Ibu, aku lahir pada saat banyak orang-orang merayakan “Hari Valentine” . Pada tahunku yang kelima, aku bertanya-tanya pada Ibu, apa itu Valentine. Ibu hanya menjawab, “Suatu saat nanti, saat umurmu mulai dewasa, kamu akan tau apa itu Valentine. Ibu gak akan jawab itu sebelum kamu tau dengan sendirinya” . Ya dan sampai pada usiaku yang hampir menginjak 17tahun ini, aku sudah mengetahui apa itu Valentine. Tapi aku hanya mengetahui, belum memahami apa itu Valentine. Ah sudahlah, jangan bahas Valentine dulu, hihi.

Aku mempunyai hobi memasak dan menulis. Entah bagaimana cara menyatukan kedua hobiku itu. Tapi aku memang menggemari keduanya. Alasan ku menyukai memasak, pertama karena memasak itu adalah kemampuan yang harus dimiliki semua wanita. Benarkah itu? Kata Ibu sih begitu, hehehe. Kedua, memasak adalah awal dari kekayaan seseorang. Kenapa bisa begitu? Karena semakin pandai kamu merangkai makanan yang biasa menjadi makanan yang dapat bernilai tinggi. Sedangkan menulis, aku suka menulis karena gak butuh banyak uang untuk melaksanakannya. Hanya butuh satu lembar kertas dan satu buah pensil, eh lupa jangan lupa penghapus karetnya ya. Aku senang menulis apapun yang ku dengar, ku lihat, bahkan yang ada di mimpiku. Terkadang aku suka mengkhayal, membayangi namaku terpampang di sebuah Restaurant terkenal sebagai Master Chef. Tapi bersamaan dengan itu, namaku terpampang juga dibanyak toko-toko buku, menjadi penulis dengan buku terlaris, hehe. Apa salahnya mengkhayal? Mungkin itulah pintu gerbang dari kesuksesanku..

Sekarang waktunya ku kenalkan Steve. Seperti di awal tadi, aku sudah bilang Steve adalah anak baru di sekolahku. Nama panjangnya agak ribet ya, Robertinus Steven Simanjuntak. Gak ribet sih, mungkin aku masih asing dengan nama itu, hihi. Steve mempunyai sifat yang cenderung pendiam. Ah mungkin ia masih malu-malu karena belum terbiasa dengan suasana di sekolahku ini. Aku dan Mauren adalah orang yang paling dekat dengan Steve. Kalau dengan Mauren mungkin karena mereka memiliki agama yang sama. Steve memiliki mata yang bagus, berwarna coklat. Rambutnya rapi menunjukkan pribadinya yang menyukai kebersihan. Ia pun memiliki senyum yang indah, jujur aku menyukai senyuman itu, hihi.

***
“Maaf Lis, aku gak tau..” jawab Steve sambil menaruh kue bolunya yang ia bawa dari rumah.
“Gak apa-apa Steve, biasa aja kali, hehe...” jawabku santai
Steve menutup bekal makannya. Mungkin ia merasa bersalah padaku.

“Shalat yuk Lis....” kata Wisnu sambil menepuk pundakku
“Eh iya udah dzuhur ya Wis? Yuk, Jihan sama Robi mana?”
“Mereka udah duluan, yuk..” ajak Wisnu lagi
Aku pun mengambil mukena ku di dalam tas.
“Aku shalat dulu yaa Steve..” ujarku pada Steve Steve menggangguk.
Aku pun keluar kelas bersama Wisnu dan teman-teman yang lainnya untuk bergegas menyempurnakan hidupku, Shalat. Di masjid, aku segera menghampiri Jihan yang sedang mengantri mengambil air wudhu.
“Ih ninggalin aku sih..” kataku pada Jihan yang sedang melepas jilbabnya
“Hehehe abisnya tadi kamu lagi ngobrol asyik banget sama Steve. Aku gak enak ganggunya..” jawabnya sambil cengar-cengir Aku hanya tersenyum-senyum.

Seusai berwudhu. Aku melaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim. Aku shalat dulu ya....                                                                                                                                                                                                                


Setelah shalat, aku membereskan mukenaku dan memakai kembali jilbabku.
“Kayaknya Steve suka sama kamu deh Lis..” kata Jihan tiba-tiba.
“Apaan sih Han. Aku aja baru kenal dia..” jawabku santai
“Ketauan dari cara dia ngajak kamu ngomong, hehe..” lanjutnya Aku hanya tertawa-tawa dan meneruskan merapihkan jilbabku.

Kami berdua keluar dari masjid. Saat hendak memakai sepatu tiba-tiba saja Mauren menghampiriku.
“Hei, udah selesai shalatnya? Aku nungguin kalian, hehe..” sapanya ramah
“Udah kok Ren, yuk kita ke kantin..” jawab Jihan
“Eh aku mau ke kelas aja ya, aku kan lagi puasa. Hehehe..” jawabku sambil berdiri
“Iya Lis, aku ke kantin ya..” kata Mauren kemudian berlalu dariku.

Aku pun menuju ke kelas. Di perjalanan menuju kelas, aku ketemu sama Nindy. Ia sedang asyik bercengkrama dengan Ayas. Ketua Osis sekolahku. Jujur, sudah sejak lama aku memendam perasaan padanya. Aku menyukainya, entah ini sebatas suka atau ada perasaan lain. Sayang? Enggak. Aku masih belum memendam sayang padanya, belum ya, berarti suatu saat nanti mungkin saja sayangku sudah mengalir untuknya.

“Assalamualaikum Nindy, Ayas..” sapaku pada keduanya
“Waalaikumsalam Sulis...” jawab keduanya
“Lagi pada ngomongin apa? Kayaknya asyik banget..”
“Hehehe, engga kok Lis. Kita cuma lagi ngomongin buat persiapan Maulid Nabi bulan depan..” jawab Ayas

Oh iya aku, Nindy, Jihan, Wisnu dan Robi tergabung dalam Rohis di sekolahku. Ya, Rohani Islam. Setiap bulannya kami selalu mengadakan acara-acara bernuansa Islam. Seperti bulan ini, kami mengadakan bazar buku Islami di sekolah kami. Semua orang boleh datang, siapa pun tanpa di pungut biaya. Kecuali mereka yang membeli buku-bukunya. Aku bertugas sebagai sekertaris, Nindy bertugas sebagai ketua sedangkan Jihan, Wisnu dan Robi adalah anggota. Awal perkenalanku dengan Rohis ini adalah saat aku akrab dengan Nindy. Ia mengajakku untuk ikut Rohis, katanya Rohis itu mengasyikkan. Benar saja, menulis salah satu hobiku dapat tersalurkan disini. Aku sering mengisi mading Rohis, tentang semua tulisan-tulisanku entah itu puisi, cerpen apapun itu.

“Oh iya emang gimana rencananya buat Maulid Nabi nanti?” tanyaku pada Ayas
“Kita sih lagi ngomongin tentang lomba busana muslim, dan juga nanti kita adain bazar makanan. Dan masih banyak rencana-rencana lainnya, kamu ada ide Lis? Tapi nanti kita bakalan rapat kok buat ngomongin ini..” jelas Ayas
“Oke. Aku juga ada beberapa ide kok. Nanti aja di omongin kalo lagi ngumpul..” jawabku
“Okedeh. Yaudah deh Yas, aku ke kelas dulu ya. Yuk Lis..” kata Nindy sambil menarik tanganku.
“Iya. Nanti dikasih tau kalo ngumpul..” jawab Ayas
“Assalamualaikum..” kataku dan Nindy bersamaan
“Waalaikumsalam..” jawab Ayas
Aku dan Nindy pun berlalu.

“Kamu suka sama Ayas ya Nin?” tanyaku pada Nindy Nindy tertawa, “Hahaha engga kok Lis, kok kamu nanyanya gitu sih?” “Iya abis tadi aku ngeliat kamu ngobrol sama Ayas deket banget, hehe..” “Udah ah gak usah di bahas, masuk kelas aja yuk..” jawabnya santai

Dikelas, Steve masih duduk dengan kotak makan di depannya. Nindy duduk di tempat duduknya, tepat dibelakang tempat dudukku.
“Gak ke kantin Steve?” tanyaku pada Steve
Steve menggeleng, “Engga, hehe kan udah bawa bekal dari rumah..” jawabnya

Aku pun duduk di samping Steve. Bu Guru menyuruh Steve duduk disampingku. Walau baru beberapa hari mengenalinya, dia sudah cerita banyak padaku. Tentang keluarganya, bahkan tentang cewek yang pernah menemani hidupnya. Hahaha agak lebay sih, sebut aja mantan pacarnya. Dia pernah bercerita bahwa ia masih menyayangi mantan pacarnya itu, namanya Indah. Perbedaan agama yang memaksakan mereka untuk menyudahi hubungan yang telah dijalani, aku ingat Steve pernah menanyakan padaku tentang larangan berpacaran ditengah-tengah perbedaan agama.

“Apa agama adalah pengahalang terbesar dalam suatu hubungan? Haruskah memutuskan sesuatu yang telah dijalani dengan tulus?” tanyanya disuatu siang
Aku menjawabnya dengan santai, “Gak ada larangan kok antara satu manusia dengan lawan jenisnya untuk saling menyayangi. Tapi terkadang, gak semua yang kita inginkan itu berjalan sesuai kenyataan..”
“Aku sayang sama Indah! Tapi perbedaan agama yang memaksaku untuk memutuskan hubunganku..” katanya
“Jangan menyerah akan suatu masalah. Kamu akan nemuin masalah yang lebih besar dari masalah yang sekarang kamu anggep besar ini. Semua ada jalannya, kita di ciptain berpasang-pasangan. Jadi mungkin, kamu belum nemuin pasangan kamu sekarang ini dan mungkin Indah itu adalah salah satu orang yang beruntung bisa sempat menjadi pasanganmu walau akhirnya semuanya gak sesuai keinginanmu..” jelasku panjang lebar
Sejak percakapanku itu, Steve sekarang sudah hampir mengerti perbedaan agama dalam suatu hubungan itu.

“Kriiingggg...Kringg...” bel berdering.

Wisnu, Nindi, Mauren, Jihan, Robi beserta anak-anak lainnya masuk ke kelas. Ku duduk di tempat dudukku. Steve mengambil buku dari dalam tasnya dan menaruhnya di tas. Pelajaran terakhir hari ini adalah Food and Beverage . Bu Chatrine mengisi pelajaran ini. Oke aku siap menerima pelajaran terakhir di hari ini.. Selamat belajar kawan...

Bel berdering lagi menandakan waktunya pulang telah tiba. Cukup lelah menjalani hari ini.
“Pulang sama siapa Lis?” tanya Steve.
“Oh aku pulang sama Nindy. Kenapa Steve?”
“Emm, enggak sih. Aku cuma mau ajak pulang bareng aja..” jawabnya
“Lain kali ya Steve, aku duluan ya..” kataku sambil berjalan menyusul Nindy yang sudah keluar kelas duluan.
Steve masih tetap memperhatikanku sampai aku keluar kelas. Ada sesuatu yang tersembunyi dibalik tatapan Steve. Ah entah apa itu...

“Aku pulang sama Ayas Lis, maaf ya...” kata Nindy sesaat setelah aku berdiri disampingnya.
Ayas. Aku terdiam sebentar mendengar nama itu. Ada satu kata dihatiku, cemburu. Ya Allah jauhkan rasa cemburu ini...

“Oh gitu, yaudah deh Nin. Aku duluan ya..” jawabku kemudian berlalu meninggalkan Nindy.
Ketika mulai jauh, aku memperhatikan Nindy yang tengah menunggu Ayas di depan kelas. Ya Ayas pun datang, ia menghampiri Nindy. Ah aku ingin menangis menyaksikan itu. Nindy dan Ayas pergi dari depan kelas dan kemudian melangkah menuju parkiran. Mereka berdua kelihatan amat sangat dekat, apa mereka sedang menjalani suatu hubungan? Enggak. Aku tau Nindy, dia hanya ingin bersahabat dengan banyak cowok. Ia belum ingin menjalani masa-masa pacaran. Tapi apa semua ucapannya itu benar? Buktinya sekarang ia seperti sedang menjalani suatu hubungan sama Ayas. Entah ia ada hubungan dengan Ayas atau tidak, yang jelas aku cemburu... Ya Allah, buang rasa cemburu ini. Sadarkan aku, Ayas bukanlah siapa-siapa dalam hidupku...

Aku segera mengalihkan pandanganku. Aku mulai bingung ingin pulang sama siapa. Naik taksi? Ah mending naik angkot deh. Aku pun segera menyetop angkot di depan gang sekolah. 5 menit sudah ku berdiri dipinggiran jalan ini, akhirnya angkutan bewarna merah itu pun datang menjemputku.
Di angkot, handphoneku bergetar. Satu pesan dari Steve.
“Kamu cantik hari ini Sulis...”
Aku tersenyum-senyum tak berarti. Apa maksudnya sms ini? Ah dasar Steve.

Aku pun mengacuhkan sms itu. 10 menit perjalanan dari sekolah menuju rumahku. Aku pun turun dari angkot, dan kemudian masuk ke rumahku. Hihi, rumahku memang terletak di pinggir jalan raya, strategis. Aku pun langsung menuju kamarku untuk merebahkan badan ini. Jangan kaget ya, rumahku memang sepi. Ayah dan Ibuku bekerja. Keduanya seorang Guru, mereka baru pulang saat sore nanti. Jadi aku pun di rumah hanya berdua bersama mbak yang biasa membantu Ibu membereskan pekerjaan rumah.
Di kamar, ku lihat kalenderku.
“1 Februari 2012..”
Hem, 13 hari lagi ulang tahunku. Sweetseventeen ku, hehe. Ku rebahkan diriku dikasurku. Ku nyalakan kipas angin, ah penatnya hari ini. Aku pun tertidur. Di tidur, ku bermimpi ada seseorang yang menyatakan perasaan kagumnya pada diriku, tapi aku tak mengetahui siapa seseorang itu.

“Bangun Lis, udah sore. Mandi sana..” suara Ibu membangunkanku
Aku pun membuka mata dengan malas. Ingin rasanya aku berteriak, “Ibu, aku masih ngantukkk...” Hahaha. Aku segera duduk di kasurku. Mengumpulkan nyawaku yang hilang saat aku tertidur lagi,  ku ingat-ingat mimpiku tadi. Siapa seseorang itu? Apa mungkin Ayas? Ah tak lah, aku udah gak terlalu mengharapkannya. Entah siapa seseorang itu yang jelas itu hanyalah sebuah mimpi...

Aku segera bergegas mandi. Kemudian shalat maghrib berjama’ah bersama Ayah dan Ibu. Disusul makan malam. Ayah bertanya-tanya tentang sekolahku hari ini. Aku pun menceritakan semuanya termasuk rencana-rencanaku untuk peringatan maulid nabi tahun ini, tanggal 10 Februari nanti, tapi sekolahku merayakan peringatannya tanggal 14 Februari. Rencana ini belum aku salurkan dalam rapat rohis, tapi lebih baik ku salurkan pada Ibu dan Ayah. Aku berencana akan mengadakan lomba menulis puisi bertemakan islam dan yang menang akan mendapatkan hadiah khusus dariku karena tanggal 14 itu adalah hari jadiku yang ke tujuhbelas, hehe. Ayah dan Ibu menyetujui rencanaku itu. Ah semoga teman-teman yang lain pun setuju.
Ku cek handphoneku. Satu pesan dari Ayas, menyuruhku untuk ikut rapat besok hari. Ku tengok jam ternyata sudah hampir malam, pukul 21:00 . Aku pun bersiap untuk kembali tidur. Selamat datang dunia mimpi...

***
“Sulis bangun. Shalat subuh dulu yuk..” Ibu membangunkan ku yang tengah asyik mengarungi mimpi.

Aku pun bangun dan segera mengambil air wudhu. Ku siap mengawali pagiku ini. 4 sujudku untukmu Maha Agung...
Selamat pagi 2 Februari ! :D

“Sulis, jangan lupa nanti sebelum shalat dzuhur, kita rapat. Bilang ke yang lain ya..” kata Ayas kepadaku sesaat sebelum aku masuk ke kelas.
Aku mengangguk. Kemudian masuk ke dalam kelas.
Pagiku hari ini ku cukup menawan, Ayas orang pertama yang menyapaku di pagi ini. Aku kembali teringat lagi akan mimpiku kemarin, ada seseorang yang menyatakan rasa kagumnya padaku. Apakah Ayas orangnya? Entah...

“Pagi Sulis..” sapa Steve kepadaku saat aku duduk di kursiku
“Iya..” jawabku sedikit pelan

Pelajaran pertama hari ini Bahasa Indonesia. Bu Mirna masuk ke kelas dan pelajaran pun di mulai.. Bu Mirna adalah salah satu guru yang ku gemari, kepandaiannya merangkai kata-kata hingga membentuk suatu keindahan membuat ku terkagum-kagum pada semua hasil puisinya, aku banyak belajar dari Bu Mirna. 3 jam pagi ini di awali dengan pelajaran mengolah kata. Setelah itu, dilanjutkan pelajaran kepribadian. Dimana kepribadian kita dalam berbusana, berbicara, bersikap sopan santun amat sangat diperhatikan dalam pelajaran ini. Karena kami semua disini adalah calon-calon Chef yang mana harus memperhatikan kepribadian yang baik.

“Robi, nanti kita rapat rohis buat ngomongin acara Maulid tanggal 14 nanti..” kataku pada Robi sesaat setelah pelajaran kepribadian selesai
“14? Ulang tahun kamu kan Lis?” jawab Robi sambil duduk di sampingku
Aku menggangguk.
Sepertinya Steve mendengar percakapanku dengan Robi.
“Kamu ulang tahun tanggal 14 nanti?” tanya Steve padaku
“Iya, kenapa emangnya?” jawabku
“Wah enak ya. Lahirnya pas banget di hari Valentine..” katanya memancarkan senyuman indah miliknya
Aku tertawa-tawa. Kemudian berkata, “Hehehe, Valentine? Aku muslim Steve, aku gak ngerayain itu..”
Steve diam kemudian bertanya, “Orang islam gak boleh ngerayain Valentine? Kenapa?”

Robi menjawab pertanyaan Steve,
“Valentine itu hari kasih sayang ya? Bukankah kasih sayang itu gak mengenal hari? Mungkin itu hanya sebagai lambang aja, dan dalam agama Islam juga gak di wajibkan merayakan Valentine..”
“Oooooh, gitu ya...” jawabnya dengan mulut yang membentuk O

Ayas masuk ke kelas memanggilku, Nindy, Wisnu, Robi dan Jihan untuk mengadakan rapat. Aku pun segera memanggil Nindy dan Jihan yang sedang asyik bercanda di meja belakang. Dimana Wisnu?
“Wisnu dimana Robi?” tanyaku pada Robi
“Ke kamar mandi kali..” jawab Robi santai sambil membaca komik miliknya
“Nindy, Jihan yuk kita rapat. Udah di tungguin sama Ayas tuh..” kataku pada Nindy dan Jihan 
“Mau kemana Lis?” tanya Steve
“Mau rapat buat Maulid..” jawabku singkat lalu pergi.

Di luar kelasku, Ayas dan anak-anak rohis lainnya telah menungguku dan teman-teman yang lain.
“Yaudah yuk ke ruang rohis..” kata Ayas kepada semuanya.
Aku dan yang lain pun mengikuti Ayas menuju ruang rohis.
“Kamu pasti udah bikin rencana banyak ya buat acara Maulid nanti?” tanya Jihan kepadaku
Aku hanya tertawa-tawa tanpa menjawab.

Sesampainya di ruang rohis.
“Sekarang kita mulai aja ya rapatnya, ada yang punya usul gak buat acara Maulid tanggal 14 nanti?” tanya Ayas membuka rapat
“Aku. Aku rencananya pengen ngadain lomba nulis puisi islami Yas, terus juga aku nanti mau ngasih hadiah khusus buat pemenang, kan tanggal 14 itu aku ulang tahun. Gimana? Setuju?” kataku menjawab pertanyaan Ayas
Ayas menggangguk. Anak-anak yang lain pun menggangguk. Ya, ideku di setujui...


***
Pagi, 14 Februari 2011 . “Selamat ulang tahun Sulis..” pesan singkat dari teman-temanku meramaikan handphoneku.
Ya, hari ini usiaku 17 tahun. Terima kasih ya Allah sudah memberikan nafas hingga usiaku yang ke 17 ini. Selamat pagi dunia, selamat pagi Sulis.. Semoga hari ini menjadi harimu...

Semua persiapan telah selesai. Panggung acara telah di pasang dari kemarin, semua anak-anak yang beragama islam berpakaian muslim. Aku masih sibuk mengurusi semua persiapan untuk lomba menulis puisi islami..
“Loh? Kamu kok sekolah Steve?” tanyaku pada Steve yang sedang duduk di taman sekolah
“Emang gak boleh ya? Aku mau ngasih sesuatu buat kamu..” jawabnya
“Apa?”
“Nih..” katanya sambil menjulurkan kotak bewarna merah jambu.
Aku mengerutkan dahiku, “Ini apa? Buat aku?”
Steve menggangguk.
“Aku suka sama kamu Sulis, aku tau kita gak akan bisa pacaran. Aku cuma pengen jujur..”  katanya

Aku kaget,
“Ya ampun Steve. Terus ini maksudnya apa?” jawabku sambil menggoyang-goyangkan kotak merah jambu itu ditanganku “Selamat valentine. Eh salah selamat ulang tahun ya...” katanya memancarkan senyuman mautnya.
“Hahaha, makasih ya Steve. Oh iya ini hadiah ulang tahun kan? Bukan hadiah Valentine?” jawabku sedikit bercanda. “Iya, yaudah aku mau pulang dulu. Semoga sukses ya acaranya. Bye Sulis..” ujar Steve Aku menggangguk dan kemudian kembali ke tugasku.

“Ciyee dapet coklat nih...” goda Wisnu
“Apa sih, ini tuh hadiah ulang tahun. Bukan hadiah Valentine !” tegasku kemudian kembali ke ruangan lomba menulis puisi.

Acara hari ini berjalan lancar. Pemenang lomba menulis puisi pun telah di tentukan. Aku memberikan hadiah khusus kepada para pemenang.
“Sulis..” panggil Ayas
“Ada apa Yas?” jawabku
“Emm ini buat kamu. Selamat ulang tahun ya..” katanya sambil memberikanku sebuah bungkusan besar
“Haa? Buat aku?” tanyaku  dengan muka bingung.
“Iya, sini dulu deh aku mau ngomong..” katanya sambil menarik tanganku dan menyuruhku duduk.
Aku menurut.
“Sebenernya udah beberapa hari ini aku deket sama Nindy itu buat ngasih ini ke kamu. Dia bilang ke aku apa yang kamu suka. Dan ini kata Nindy, kamu suka banget sama beruang. Yaa aku beliin, sebagai hadiah ulang tahun kamu..”
Aku melongo.
“Aku pikir, kamu ada something sama Nindy...” jawabku dengan muka malu

Ayas duduk di depanku.
“Aku suka sama kamu Sulis. Udah sejak lama, tapi aku gak terbuka akan perasaanku ini, aku cuma cerita sama Nindy. Dia tau semuanya dan dia juga yang membantuku membelikan boneka ini..”
Aku tercengang. Aku kaget, tak tau mau bicara apa. Ya Allah, Ayas juga menyukai ku. Dan ternyata seseorang dalam mimpiku itu adalah Ayas. Aku diam, terpaku dalam kebingungan.

Tapi ternyata Steve melihat kejadian itu. Ia terdiam dan kemudian duduk. Aku meliriknya, ku lihat mukanya tampak sedih. Perasaanku jadi tak menentu, aku merasa telah melakukan kesalahan pada Steve. Aku ingin segera menghampiri Steve, aku pun menyudahi pembicaraanku dengan Ayas.
“Aku kesana sebentar ya Yas..”

Ku menghampiri Steve, ia menangis.
Ku panggil namanya,
“Steve..”
Steve menoleh. Matanya basah, seperti habis meneteskan air matanya. Ia menangis, ya Allah apa aku salah membuatnya menangis..
“Aku salah udah nyimpen rasa sama kamu, aku sadar aku gak akan pernah bisa pacaran sama kamu. Ayas lebih baik buat kamu..” katanya
“Gak gitu Steve, aku sama Ayas cuma temenan aja kok. Gak ada hubungan apa-apa. Aku bertemen sama siapa aja kok..” jawabku sambil duduk di sebelahnya
“Tapi aku gak salah kan kalo sayang sama kamu? Aku gak salah kan kalo aku suka sama kamu? Aku gak salah kalo aku kagum sama kamu?”
Aku terdiam.
“Aku dulu pernah bilang kan, tentang perbedaan agama. Mungkin lebih baik kita sahabatan. Lagian juga aku gak mau pacaran dulu, aku milih berteman sama siapa pun itu. Sama seperti halnya Ayas, aku gak berharap lebih sama dia, jujur aku memang menyukainya, tapi yasudahlah aku gak terlalu memikirkan perasaan itu..” kataku

Steve terdiam.
“Maaf udah suka sama kamu. Maaf udah berharap sama kamu..” dan kemudian berdiri.
“Gak ada yang salah kalo masalah perasaan Steve, kita tetep jadi sahabat. Jangan sedih ya, anggep aja masalah ini gak pernah ada..” ujarku pada Steve
“Yaudah Lis, tapi aku rasa kamu cocok sama Ayas. Aku tadi gak langsung pulang, aku lagi pengen ngeliat kamu ngapain aja di sekolah. Eh aku lihat kamu lagi berdua sama Ayas. Sedih, tapi yaudah aku pulang beneran deh sekarang, see u Sulis..” katanya kemudian berlalu
“Iya. Hati-hati dijalan ya..” kataku pada Steve.

Ayas masih menungguku ditempat yang tadi. Aku kembali menghampirinya.
“Abis ngapain?” tanya Ayas
“Nothing. Oh iya tadi kamu ngomong gitu maksudnya apa?”
“Gak ada maksud apa-apa. Aku cuma pengen kamu tau aja apa yang aku rasain ke kamu. Lagian juga aku gak mau pacaran karena dalam islam pun gak ada pacaran itu. Suatu saat nanti aku akan minang kamu. Aku kesana dulu ya..” katanya kemudian berlalu.

Aku masih mematung. Memikirkan perkataan Ayas tadi, ya Allah apa dia bersungguh-sungguh mengatakan seperti itu? Suatu saat nanti waktu akan menjawab semuanya.. Acara hari ini pun telah usai. Aku kembali ke rumah. Di rumah aku menelepon Nindy dan menceritakan semuanya. Ulang tahunku yang ke tujuhbelas ini sungguh berkesan, aku mendapatkan banyak hikmah dari semuanya. Dari mulai aku mendapat kejutan dari Steve yang menyatakan sayangnya padaku, namun pada akhirnya kami memutuskan untuk bersahabat. Kemudian Ayas, cowok yang aku sukai pun menyatakan perasaan yang sama padaku, tapi benar katanya islam tak mengajarkan pacaran. Aku bersahabat dengan semuanya.
Steve pun sekarang lebih mengerti adanya perbedaan di antara sesama manusia. Tapi lama kelamaan semua perbedaan itu terasa menghilang bersama semua senyuman yang terpancar dari kami semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar