10 menit menunggu. Sebuah bus
berhenti tepat di depan halte, aku langsung naik dan duduk di kursi belakang.
“Huh, untung masih ada yang kosong.” gumamku.
Kemudian bus berhenti lagi, seorang nenek yang naik. Namun ada seorang di depanku yang kemudian berdiri dan mempersilahkan nenek itu untuk duduk. Gadis itu....
Gadis mungil itu! Aku satu bus lagi dengannya, dia berdiri menenteng buku-buku di tangannya. Aku segera berdiri dan mempersilahkan dia duduk.
“Silahkan duduk ditempatku aja..”
Dia hanya menggangguk dan tersenyum kemudian duduk di tempatku.
Aku berdiri disampingnya. Ah aku bebas memandangi gadis mungil ini, sungguh cantik..
Gadis itu tak mengucapkan satu kata pun, ia hanya tersenyum dan tersenyum. Teduh rasanya menatap senyumnya yang indah itu..
Bus pun berhenti di depan halte “Mawar”. Aku segera mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan kemudian ku serahkan kepada kernet bus. Kemudian aku turun, “aku duluan ya..” sapaku pada gadis mungil itu. Dan dia kembali lagi membalasnya dengan senyum.
Aku turun dari bus dengan berat, entah kenapa aku masih ingin memandangi gadis mungil itu. Aku tetap berdiri di depan halte dan memperhatikan gadis itu duduk di samping kaca sedang membaca buku. Dan kemudian bus pun melaju lagi..
Kemudian bus berhenti lagi, seorang nenek yang naik. Namun ada seorang di depanku yang kemudian berdiri dan mempersilahkan nenek itu untuk duduk. Gadis itu....
Gadis mungil itu! Aku satu bus lagi dengannya, dia berdiri menenteng buku-buku di tangannya. Aku segera berdiri dan mempersilahkan dia duduk.
“Silahkan duduk ditempatku aja..”
Dia hanya menggangguk dan tersenyum kemudian duduk di tempatku.
Aku berdiri disampingnya. Ah aku bebas memandangi gadis mungil ini, sungguh cantik..
Gadis itu tak mengucapkan satu kata pun, ia hanya tersenyum dan tersenyum. Teduh rasanya menatap senyumnya yang indah itu..
Bus pun berhenti di depan halte “Mawar”. Aku segera mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan kemudian ku serahkan kepada kernet bus. Kemudian aku turun, “aku duluan ya..” sapaku pada gadis mungil itu. Dan dia kembali lagi membalasnya dengan senyum.
Aku turun dari bus dengan berat, entah kenapa aku masih ingin memandangi gadis mungil itu. Aku tetap berdiri di depan halte dan memperhatikan gadis itu duduk di samping kaca sedang membaca buku. Dan kemudian bus pun melaju lagi..
Aku berjalan dengan langkah
yang semangat. Aku masih membayangkan senyumnya itu. Ah besok aku akan
mengajaknya berkenalan. Sepertinya ia ramah, terlihat dari wajahnya dan
senyumnya yang begitu lembut. Tak terasa senyumanku merekah dengan sendirinya
kala memikirkan gadis mungil itu. “Ah, aku menyukainya! Sejak pertama aku tatap
senyumnya.”
“Bude, Damar pulaaang..” kataku
pada Bude yang sedang berada di dapur
“Iya, itu makanannya di meja. Makan dulu, Mar..” jawab Bude
“Iya, itu makanannya di meja. Makan dulu, Mar..” jawab Bude
Aku langsung mendekat ke meja
makan dan benar saja, ku dapati sepiring nasi beserta lauknya. Aku langsung
duduk dan menyantap menu siang ini. Selamat makan..
***
***
Malam harinya, di rumah Bude
yang gak terlalu besar ini semua anggota keluarga berkumpul. Ya begini lah
rutinitas keluarga Bude Ninik setiap malam, sehabis makan pasti semuanya
berbincang-bincang, menceritakan apa-apa saja yang terjadi di hari ini. Aku
sudah mengganggap mereka keluarga kandungku sendiri, begitu pula dengan mereka.
Pakde dan Bude tak pernah membandingkan antara aku dan anak-anaknya. Anak Bude
Ninik hanya satu, Yustin namanya. Ia baru berusia 8 tahun, sekarang ia duduk di
kelas 3 SD. Ia bocah yang bisa dibilang pandai, eh salah cerdas! Ya gurunya pun
selalu bilang begitu, pernah suatu malam, Bude Ninik menceritakan bahwa Yustin
berhasil mengalahkan anak-anak kelas 6 dalam mengerjakan soal. Bayangkan saja,
Yustin mampu menyelesaikan soal-soal kelas 6, padahal dia sendiri masih duduk
di kelas 3. Bude Ninik amat sangat menyayangi Yustin, apa pun yang di mintanya
pasti selalu di belikan. Tapi Yustin bukan tipe anak yang banyak maunya, ia tak
terlalu menuntut. Kalaupun meminta sesuatu, pasti itu gak jauh-jauh dari
peralatan sekolahnya.
Pernah sekali aku bertanya pada
gadis kecil itu,
“Kamu makan apa sih, Dek? Kok pinter banget.”
“Makan buku kak.” Jawabnya singkat
Aku terdiam mendengar jawaban Yustin, ya benar juga yang dia bilang. Aku juga tau Yustin mempunyai banyak koleksi buku-buku bacaan yang udah ga kehitung lagi banyaknya.
“Pacarnya sekarang siapa, Mar?” tanya Pakde sedikit mengejutkanku
“Eh, apa Pakde? Pacar? Aduh belum ada.” Jawabku sedikit malu
“Haha, gak usah bohong sama Pakde, Mar. Kamu lagi naksir satu cewek kan? Siapa? Coba cerita.”
Aku menghembuskan nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya perlahan, aku tak bisa berbohong lagi. Karena aku tau Pakde ku ini mempunyai kemampuan membaca pikiran orang, dia bisa tau mana orang yang jujur dan mana orang yang berbohong.
Aku menganggukkan kepalaku, “ya aku lagi suka sama seorang gadis, Pakde. Tapi aku masih dalam tahap perkenalan kok.”
Pakde tertawa, Bude pun begitu.
“Hahaha, ya wajar toh. Wong Damar kan sudah besar, sudah dewasa, sudah kenal gadis cantik yo.” Kata Bude dengan logat jawanya yang kental.
Aku jadi malu sendiri. Aku hanya tersenyum-senyum kemudian izin ke kamar untuk tidur dan melanjutkan hari esok.
“Kamu makan apa sih, Dek? Kok pinter banget.”
“Makan buku kak.” Jawabnya singkat
Aku terdiam mendengar jawaban Yustin, ya benar juga yang dia bilang. Aku juga tau Yustin mempunyai banyak koleksi buku-buku bacaan yang udah ga kehitung lagi banyaknya.
“Pacarnya sekarang siapa, Mar?” tanya Pakde sedikit mengejutkanku
“Eh, apa Pakde? Pacar? Aduh belum ada.” Jawabku sedikit malu
“Haha, gak usah bohong sama Pakde, Mar. Kamu lagi naksir satu cewek kan? Siapa? Coba cerita.”
Aku menghembuskan nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya perlahan, aku tak bisa berbohong lagi. Karena aku tau Pakde ku ini mempunyai kemampuan membaca pikiran orang, dia bisa tau mana orang yang jujur dan mana orang yang berbohong.
Aku menganggukkan kepalaku, “ya aku lagi suka sama seorang gadis, Pakde. Tapi aku masih dalam tahap perkenalan kok.”
Pakde tertawa, Bude pun begitu.
“Hahaha, ya wajar toh. Wong Damar kan sudah besar, sudah dewasa, sudah kenal gadis cantik yo.” Kata Bude dengan logat jawanya yang kental.
Aku jadi malu sendiri. Aku hanya tersenyum-senyum kemudian izin ke kamar untuk tidur dan melanjutkan hari esok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar