Keesokan paginya, seperti biasa
Bude menyiapkan sarapan untukku dan untuk Yustin. Pakde sudah berangkat sehabis
subuh tadi, supaya gak kena macet katanya.
“Aku berangkat ya, Bude..” kataku sambil mencium punggung tangan Bude.
“Iya, hati-hati.”
“Aku berangkat ya, Bude..” kataku sambil mencium punggung tangan Bude.
“Iya, hati-hati.”
Aku keluar dari rumah dan
bersiap untuk menjalani pagi ini. Di depan rumah, sudah ada bus sekolahnya
Yustin yang siap menjemput Yustin untuk berangkat ke sekolah. Kemudian aku
mempercepat langkahku agar dapat tempat duduk di bus.
“Huh, masih sepi! Untung aja..” gumamku saat melihat di halte bus hanya ada dua orang penumpang saja.
Aku langsung berdiri dan menunggu bus yang lewat. Tak lama kemudian datanglah sebuah bus, aku langsung naik dan duduk di bangku depan yang masih kosong, hanya ada dua penumpang di dalam. Ditambah aku dan dua orang penumpang yang naik bersamaku tadi.
“Cuaca pagi ini nampaknya cukup bersahabat..” gumamku sambil merasakan sejuknya udara pagi ini.
“Huh, masih sepi! Untung aja..” gumamku saat melihat di halte bus hanya ada dua orang penumpang saja.
Aku langsung berdiri dan menunggu bus yang lewat. Tak lama kemudian datanglah sebuah bus, aku langsung naik dan duduk di bangku depan yang masih kosong, hanya ada dua penumpang di dalam. Ditambah aku dan dua orang penumpang yang naik bersamaku tadi.
“Cuaca pagi ini nampaknya cukup bersahabat..” gumamku sambil merasakan sejuknya udara pagi ini.
Kemudian, bus berhenti di depan
halte “Teratai”. Aku berharap gadis mungil itu naik di bus yang ku tumpangi
sekarang ini. Dan benar saja, gadis mungil itu masuk ke bus. Rambutnya yang
panjang terurai nampak imut dengan sentuhan pita di sisi kanannya. Bibirnya merah
muda, tipis. Satu kata “Perfect”! Gadis mungil itu naik dan kemudian duduk di
depanku yang kebetulan kosong, aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku bergegeas
pindah ke sebelahnya dan langsung menyapanya.
“Hai, anak baru di komplek sini
ya?” tanyaku dengan senyuman ramah
Ia menggangguk.
“Emm tinggal di sebelah mana?”
Ia hanya tersenyum.
Aku jadi bingung, apa ada yang salah denganku? Kenapa dia hanya menggangguk dan tersenyum? Aku tak habis akal, ku keluarkan permen karet yang ada di kantongku.
“Nih buat kamu, mau?” kataku sambil memberikan sebungkus permen karet untuknya.
Ia menggeleng.
“Kamu kok diem aja? Kenapa gak jawab aku? Gak mau kenal aku?” tanyaku lagi
Ia menggeleng, kemudian menuliskan sesuatu di kertas yang dia ambil dari dalam tasnya.
“Aku bisu..” tulisan di kertasnya
Ia menggangguk.
“Emm tinggal di sebelah mana?”
Ia hanya tersenyum.
Aku jadi bingung, apa ada yang salah denganku? Kenapa dia hanya menggangguk dan tersenyum? Aku tak habis akal, ku keluarkan permen karet yang ada di kantongku.
“Nih buat kamu, mau?” kataku sambil memberikan sebungkus permen karet untuknya.
Ia menggeleng.
“Kamu kok diem aja? Kenapa gak jawab aku? Gak mau kenal aku?” tanyaku lagi
Ia menggeleng, kemudian menuliskan sesuatu di kertas yang dia ambil dari dalam tasnya.
“Aku bisu..” tulisan di kertasnya
Aku tersentak. Aku kaget! Ya gadis
mungil ini bisu, ia tak dapat berbicara. Ya Tuhan, benarkah ini? Aku masih tak
percaya, kemudian aku mengambil pulpen yang ada di tangannya dan mencatat nomer
handphoneku di kertas yang di pegangnya.
“Nih nomer aku, sms ya. Aku mau turun soalnya, bye..” kataku kemudian segera turun di halte sekolahku.
Ia menggangguk dan tersenyum.
“Nih nomer aku, sms ya. Aku mau turun soalnya, bye..” kataku kemudian segera turun di halte sekolahku.
Ia menggangguk dan tersenyum.
Saat turun dari bus aku masih
merasakan tak percaya bahwa gadis mungil itu bisu, kenapa dia bisu? Mungkin aku
akan tanyakan nanti, saat ia mengirimi ku pesan karena tadi aku sempat mencacat
nomer handphoneku di kertasnya. Aku berjalan dengan muka yang masih menampakkan
perasaan bingung, dan kaget. Ya benar saja, baru tadi aku berteriak dalam hati
mengatakan bahwa dia “Perfect” tapi ternyata dia mempunyai kekurangan, ya dia
bisu. Tapi aku malah semakin tertantang untuk mengenalnya lebih jauh lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar