Sepulang sekolah, aku kembali
menunggu bus untuk pulang ke rumah. Satu bus datang dan berhenti, menunggu
penumpang. Aku naik dan langsung menghempaskan pantatku di atas kursi bus yang
empuk ini. Ku alihkan pandanganku ke semua penumpang bus, tak ada gadis mungil
itu. Apa dia belum pulang sekolah? Kemana dia? Semoga nanti dia mengirimiku
pesan. Ya hanya itu jalan satu-satunya agar aku dapat mengenalnya lebih jauh..
15 menit kemudian, bus berhenti di depan halte “Mawar”, aku turun dari bus dan melangkah tegas menuju rumah.
15 menit kemudian, bus berhenti di depan halte “Mawar”, aku turun dari bus dan melangkah tegas menuju rumah.
Malamnya.
“Derttt..Derttt..” getar handphoneku. Ada satu pesan! Dengan antusias aku membuka pesan itu, isinya seperti ini.
“Ini aku yg tadi di bus. Maaf baru sempet sms”
“Derttt..Derttt..” getar handphoneku. Ada satu pesan! Dengan antusias aku membuka pesan itu, isinya seperti ini.
“Ini aku yg tadi di bus. Maaf baru sempet sms”
Aku langsung melompat ke
kasurku. Berteriak-teriak mengungkapkan kesenangan hatiku. Aku pun membalas
pesannya dengan segera,
“Oh iya gadis mungil, gak masalah. Oh iya, namamu siapa?”
Aku menunggu balasan pesannya, ingin rasanya aku meneleponnya. Tapi aku membatalnya niatku itu, ya aku baru ingat kalau dia tak dapat berbicara. Malangnya gadis mungil itu. Satu pesan lagi dari gadis mungil itu.
“Aku Marissa, panggil aja Risa..”
“Oh iya gadis mungil, gak masalah. Oh iya, namamu siapa?”
Aku menunggu balasan pesannya, ingin rasanya aku meneleponnya. Tapi aku membatalnya niatku itu, ya aku baru ingat kalau dia tak dapat berbicara. Malangnya gadis mungil itu. Satu pesan lagi dari gadis mungil itu.
“Aku Marissa, panggil aja Risa..”
“Oh, namanya Marissa..”
gumamku. Tapi ketika hendak membalasnya, ada satu pesan lagi darinya.
“Kamu tau kondisiku? Aku cacat, aku tak mampu berbicara. Aku hanya mampu mendengar dan melihat..”
Aku tertegun membaca pesannya. “Gila ya? Dia cacat aja aku udah tergila-gila gini, apalagi dia gak cacat?” Aku sama sekali gak mempermasalahkan itu, yang terpenting aku bisa dekat dengan gadis mungil itu, bahkan aku ingin memilikinya. Aku ingin menjadi kekasihnya, oh Tuhan inikah rasanya cinta pada pandangan pertama?
“Kamu tau kondisiku? Aku cacat, aku tak mampu berbicara. Aku hanya mampu mendengar dan melihat..”
Aku tertegun membaca pesannya. “Gila ya? Dia cacat aja aku udah tergila-gila gini, apalagi dia gak cacat?” Aku sama sekali gak mempermasalahkan itu, yang terpenting aku bisa dekat dengan gadis mungil itu, bahkan aku ingin memilikinya. Aku ingin menjadi kekasihnya, oh Tuhan inikah rasanya cinta pada pandangan pertama?
“Kamu kok ngomong gitu, Ris ? Aku
gak permasalahin itu, oh iya namaku Damar. Aku suka senyuman kamu.” pesanku untuknya.
“Senyuman aku? Ada apa dengan senyumanku? Aku gak merasa memiliki kelebihan, aku merasa mempunyai banyak kekurangan.” pesan dari Marissa.
“Ah kamu jangan merendah gitu. Kamu itu cantik lagi, eh iya besok ketemuan yuk? Pulang sekolah, kita ketemu di halte “Teratai” gimana? Jam 2 ya?” pesanku.
“Oke Damar. Kabari lagi besok ya? Aku mau tidur dulu, nite ;-)”
“Senyuman aku? Ada apa dengan senyumanku? Aku gak merasa memiliki kelebihan, aku merasa mempunyai banyak kekurangan.” pesan dari Marissa.
“Ah kamu jangan merendah gitu. Kamu itu cantik lagi, eh iya besok ketemuan yuk? Pulang sekolah, kita ketemu di halte “Teratai” gimana? Jam 2 ya?” pesanku.
“Oke Damar. Kabari lagi besok ya? Aku mau tidur dulu, nite ;-)”
“Yuhu! Berhasil juga kan bisa
lebih dekat sama gadis mungil itu..” Tapi
apakah aku mampu dekat dengannya? Dia beda, dia tak mampu berbicara. Bagaimana cara
aku bercakap-cakap dengannya nanti? Ah aku mohon, jauhkan ragu ini. Aku yakin,
aku mampu dan aku bisa memilikinya, Marissa si gadis mungil itu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar